Di Indonesia terdapat beragam jenis
kalender. Kalender Jawa-Islam merupakan salah satu kalender yang berkembang dan
digunakan masyarakat Jawa sampai saat ini selain kalender Hijriah dan Masehi.
Kalender Jawa-Islam digunakan masyarakat Jawa sebagai penentu waktu kegiatan
ritual kejawen, kegiatan-kegiatan masyarakat seperti pertanian, pembangunan,
dan perjodohan yaitu sistem penanggalan Pranatamangsa.
Pranatamangsa merupakan hasil budaya
Jawa yang penuh dengan muatan sains. Tanda-tanda alam yang menggambarkan suatu
peristiwa bagi orang Eropa dan Amerika lebih dipahami sebagai peristiwa fisika
atau astronomi semata, padahal dari tanda-tanda alam tersebut dapat terlihat
bagaimana alam mengatur dirinya dalam lingkaran kosmos yang serba teratur. Dari
sanalah sebenarnya hukum alam memberi isyarat kepada manusia mengenai tata cara
memperlakukan alam dan lingkungannya. Bagi orang Jawa, tanda-tanda yang
terwujud dalam rasi bintang, iklim, angin, maupun perilaku hewan merupakan
hukum alam sebagai pertanda atau penanda untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu.[1]
4.1. Pengertian dan Sejarah Penanggalan Pranatamangsa
Menurut Muhyiddin Khazin, ada tiga
macam penanggalan yang berlaku di Indonesia khususnya masyarakat Jawa, yaitu
Penanggalan Masehi, penanggalan Hijriah, dan penanggalan Jawa-Islam.[2]
Salah satu penanggalan Jawa Islam
klasik yang masih ada hingga saat ini adalah penanggalan Pranatamangsa.
Pranatamangsa berasal dari bahasa Jawa, yakni pranata yang berarti aturan dan
mangsa yang berarti musim.[3]
Jadi, pranatamangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai
penentuan atau mengerjakan suatu pekerjaan.[4]
Pranatamangsa
merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Jawa yang berkaitan
dengan pengelolaan lahan pertanian. Selama ribuan tahun, mereka menghafalkan
pola musim, iklim, dan fenomena alam lainnya, yang pada akhirnya mampu membuat
kalender tahunan bukan berdasarkan kalender Syamsiah (Masehi) ataupun kalender
Kamariah (Hijriah/Islam) tetapi berdasarkan kejadian-kejadian alam yaitu
seperti musim penghujan, kemarau, musim berbunga, dan letak bintang di jagat
raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang surut air laut.[5]
Pada
awalnya, Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung membuat Kalender Jawa
dengan mengubah sistem kalkulasi tahun Saka yang didasarkan pada revolusi Bulan
dan pergerakannya terhadap Bumi seperti tahun Hijriah, tetapi nomor tahun
mengikuti nomor tahun Saka. Pada akhirnya, Ia berhasil mengintegrasikan sistem
Islam dan Jawa (Hindu).[6]
Perubahan kalender Jawa dilakukan pada saat tahun baru Saka 1555 dan bertepatan
dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M.[7]
Pada tahun
1855 M, penanggalan bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan petani untuk
bertanam maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan Matahari yang disebut Pranatamangsa diperbaharui oleh
Sri Paduka Mangkunegara IV.[8]
Pranatamangsa
merupakan pengenalan waktu tradisional yang menurut Ronggowarsito sudah ribuan
tahun yang lalu dikenal oleh masyarakat Jawa. Namun, fungsinya sebagai kalender
diresmikan oleh raja Surakarta pada 22 Juni 1855.[9]
Pranatamangsa
sangat ketat dilakukan oleh petani di sekitar Gunung Merapi dan Gunung Merbabu
di Jawa Tengah. Tujuan penggunaan pengetahuan pranatamangsa adalah pengurangan
resiko dan pencegahan biaya produksi tinggi. Namun demikian, indikator kejadian
alam tersebut menjadi tidak tepat karena perubahan lingkungan global. Sebagai
contoh, kejadian pergeseran musim hujan dan musim kemarau berdampak pergeseran
musim berbunga dan berpanen.
4.2. Sistem Penanggalan Pranatamangsa
Pranatamangsa
terdiri atas 12 mangsa (musim) yang masing-masing memiliki indikator. Indikator
ini meski bersifat semi kuantitatif dapat dimanfaatkan untuk membuat perkiraan
tentang permulaan musim hujan, permulaan musim kemarau, dan lain-lain.[10]
Pemahaman
yang mendalam dibutuhkan dalam analisis sistem pertanian pranatamangsa. Dasar
penentuan musim didasarkan pada datang dan perginya curah hujan, sehingga
faktor curah hujan menjadi faktor utama dalam penentu pranatamangsa[11]
Pranatamangsa
dipergunakan untuk menentukan mulai tanam dan panen tanaman. Pranatamangsa
meliputi pembagian musim (mangsa) dan jumlah hari, aktivitas petani, ciri-ciri
yang tampak (tanda-tanda alam) pada masing-masing mangsa. Dalam satu siklus,
Pranatamangsa terdiri dari 365/365 hari yang dibagi ke dalam beberapa musim
atau dalam bahasa Jawa disebut “mangsa” dengan panjang hari yang berbeda-beda
dikarenakan posisi pulau Jawa di sekitar 7 derajat Lintang Selatan, yaitu Kasa
(mangsa pertama) terdapat 41 hari (22 Juni – 2 Agustus), Karo (mangsa kedua)
terdapat 23 hari (3 Agustus – 26 Agustus), sampai Sadha (mangsa ke dua belas)
terdapat 41 hari (14 Mei – 22 Juni).[12]
Gambar 4.1. Mangsa dalam Kalender
Pranatamangsa
Pranatamangsa dibagi menjadi 3
kelompok musim. Kelompok pertama disebut mangsa utama atau musim utama.
Empat musim umum tersebut, [13]
yaitu
1. Musim kemarau (ketiga), yang lamanya sekitar 88 hari
2. Musim pancaroba menjelang hujan (labuh), yaitu musim
peralihan pertama dengan lama sekitar 95 hari
3. Musim hujan (rendheng), yang lamanya sekitar 94/95 hari
4. Musim pancaroba akhir musim hujan (mareng), yaitu musim
peralihan kedua yang lamanya sekitar 88 hari
Kelompok kedua terdiri dari 4 mangsa utama dan 2 mangsa pendek,
yaitu:
1. Mangsa terang (langit cerah, 82 hari)
2. Mangsa semplah (penderitaan, 99 hari)
3. Mangsa Udan (musim hujan, 86 hari)
4. Mangsa pengarep-arep (penuh harap, 98/99 hari)
5. Mangsa pendek, yaitu: a) Mangsa Paceklik, pada
23 hari pertama hujan, dan b)Mangsa Panen, pada 23 hari terakhir
hujan.
Kelompok yang ketiga terdiri dari 12 musim dalam setahun, yaitu:
1. Mangsa Kasa (Kartika), 41 hari
2. Mangsa Karo (Poso), 23 hari
3. Mangsa Katelu, 24 hari
4. Mangsa Kapat (Sitra), 25 hari
5. Mangsa Kalima (Manggala), 27 hari
6. Mangsa Kanem (Naya), 43 hari
7. Mangsa Kapitu (Palguna), 43 hari
8. Mangsa Kawolu (Wasika), 26-27 hari
9. Mangsa Kasanga (Jita), 25 hari
10. Mangsa Kasepuluh (Srawana), 24 hari
11. Mangsa Destha (Pradawana), 23 hari
12. Mangsa Sadha (Asuji), 41 hari
Pengaitan Pranatamangsa dengan
kalender Gregorian memungkinkan periode (umur) masing-masing mangsa dapat
dicari kesejajarannya dengan periode dalam kalender Gregorian yang pada saat
ini sudah diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Sebelum disejajarkan dengan
kalender Gregorian, masyarakat dapat mengetahui perpindahan mangsa dengan
pedoman rasi bintang dan indikator masing-masing mangsa.[14]
Contoh: Februari 2012
Senin
|
Selasa
|
Rabu
|
Kamis
|
Jumat
|
Sabtu
|
Ahad
|
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
19
|
20
|
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
27
|
28
|
29
|
|
|
|
|
Tabel 4.1. Penanggalan Masehi bulan Februari
2012
Keterangan:
Tanggal 3-29 Februari: mangsa kawolu
(Rendheng – Pengarep-arep), penampakannya/ibaratnya anjrah jroning kayun
(merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin). Tanaman padi sudah menjadi tinggi,
sebagian mulai berbuah, uret mulai banyak.
4.3. Penanggalan Pranatamangsa Prespektif Astronomis
Pranatamangsa sebenarnya menunjukkan
hubungan antara manusia, alam (lingkungan), dan Tuhan, sekaligus juga
menunjukkan cara orang Jawa berhukum. Tuhan menciptakan alam semesta (kosmos)
dengan hukum-hukumnya yang berupa tanda-tanda alam. Tanda-tanda alam ini dapat
dikatakan merupakan hukum alam semesta yang merupakan bagian dari keseimbangan
kosmos. Hukum alam ini mengatur sirkulasi iklim, perilaku hewan, dan perlakuan
manusia terhadap alam yang cocok pada alam agar dihasilkan keseimbangan kosmos.
Hukum alam ini kemudian dibaca oleh orang Jawa dan menjadi rumusan
Pranatamangsa, atau yang oleh ilmu pengetahuan dengan landasan ilmiah
dijelaskan oleh suatu bidang ilmu yang dinamakan astronomi.[15]
Masyarakat
dapat mengetahui perpindahan mangsa dengan pedoman rasi bintang dan indikator
masing-masing mangsa.[16]
Patokan yang digunakan dalam menentukan kapan dimulai dan berakhirnya
masing-masing mangsa ditentukan berdasarkan kemunculan rasi bintang tertentu
serta panjang bayangan manusia pada tengah hari juga dipakai untuk menentukan
lamanya suatu mangsa.
Mangsa
dalam Pranatamangsa berada dalam pola yang simetris, dalam satu tahun
panjangnya 365/366 hari dibagi menjadi 6 mangsa dalam 2 tengah tahunan. Panjang
mangsanya berturut-turut 41-23-24-25-27-43. Umur masing-masing mangsa
berbeda-berbeda karena proses perubahan deklinasi Matahari yang apabila digabungkan dengan lintang tempat
akan menimbulkan perubahan bayangan saat Matahari berkulminasi.[17]
Nama Mangsa
|
Umur
(hari)
|
Permulaan
Mangsa
|
Bayangan Tengah
Hari
|
Tempat di
|
|
Katiga
|
Kasa
|
41
|
22 Juni – 1
Agustus
|
4 delamak
(pecak) kaki
|
Selatan
|
Karo
|
23
|
2 Agustus - 24
Agustus
|
3 delamak
(pecak) kaki
|
Selatan
|
|
Katelu
|
24
|
25 Agustus - 17
September
|
2 delamak
(pecak) kaki
|
Selatan
|
|
Labuh
|
Kapat
|
25
|
18 September -
12 Oktober
|
1 delamak
(pecak) kaki
|
Selatan
|
Kalima
|
27
|
13 Oktober - 8
November
|
0 delamak
(pecak) kaki
|
-
|
|
Kanem
|
43
|
9 November - 21
Desember
|
1 delamak
(pecak) kaki
|
Utara
|
|
Rendeng
|
Kapitu
|
43
|
22 Desember - 2
Februari
|
2 delamak
(pecak) kaki
|
Utara
|
Kawolu
|
26/27
|
3 Februari - 28
Februari
|
1 delamak
(pecak) kaki
|
Utara
|
|
Kasongo
|
25
|
1 Maret - 25
Maret
|
0 delamak
(pecak) kaki
|
-
|
|
Mareng
|
Kasepuluh
|
24
|
26 Maret - 18
April
|
1 delamak
(pecak) kaki
|
Utara
|
Destha
|
23
|
19 April - 11
Mei
|
2 delamak
(pecak) kaki
|
Selatan
|
|
Sadha
|
41
|
12 Mei - 21
Juni
|
3 delamak
(pecak) kaki
|
Selatan
|
Tabel 4.2. Mangsa dalam Penanggalan Pranata
Mangsa
Tanggal 22 Juni dipilih sebagai hari
pertama dalam kalender Pranatamangsa rupanya karena didasari bahwa tanggal ini
adalah hari pertama bergesernya kedudukan Matahari dari garis balik utara ke garis balik selatan.
Perpindahan kedudukan Matahari berhubungan dengan keadaan unsur-unsur
meteorologis suatu wilayah yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap fenologi
tanaman dan hewan yang merupakan dasar utama indikator mangsa dalam
Pranatamangsa.[18]
Bayang-bayang Matahari saat berkulminasi merupakan posisi jarak zenit
Matahari , dan jarak zenit ditentukan oleh lintang dan deklinasi.
Panjang rentang waktu yang berbeda-beda pada mangsa ditentukan oleh perubahan
panjang bayangan. Mangsa pertama berakhir di saat bayangan menjadi tiga pecak/kaki
yaitu mulai masuk mangsa karo, demikian selanjutnya hingga mangsa kapat
berakhir saat bayangan tepat berada di kaki yakni saat posisi Matahari berada di zenit.[19]
Gambar 4.2.
Peredaran Semu Tahunan Matahari
Sebelum disejajarkan dengan kalender
Gregorian, masyarakat mengetahui perpindahan mangsa dengan dasar kedudukan dan
penampakan rasi bintang penunjuk dan indikator masing-masing mangsa. Indikator
tersebut adalah:[20]
Mangsa
|
Indikator
|
Tafsir
|
Bintang Penunjuk
|
1
|
Sotya murca saka embanan
|
Dedaunan gugur
|
Sapi gumarang
|
2
|
Bentala rengka
|
Permukaan tanah retak
|
Tagih
|
3
|
Suta manut ing bapa
|
Tanaman yang menjalar (ubi) tumbuh dan
mengikuti penegaknya (lanjaran)
|
Lumbung
|
4
|
Waspa kemembeng jroning kalbu
|
Sumber air banyak yang kering
|
Jaran dawuk
|
5
|
Pancuran emas sumawur ing jagad
|
Mulai musim hujan
|
Banyak angrem
|
6
|
Rasa mulyo kesucian
|
Pohon buah-buahan berbuah
|
Gorong mayit
|
7
|
Wisa kentar ing maruta
|
Munculnya banyak penyakit
|
Bima sakti
|
8
|
Anjrah jroning kayun
|
Periode kawin beberapa macam hewan
|
Wulanjar ngirm
|
9
|
Wedaring wacana mulya
|
Gareng (tonggreget) berbunyi
|
Wuluh
|
10
|
Gendhing minep jroning kalbu
|
Beberapa macam ternak bunting
|
Waluku
|
11
|
Sotya sinarawedi
|
Telur burung menetas dan induknya menyuapi
anaknya (ngloloh)
|
Lumbung
|
12
|
Tirta sah saking sasana
|
Orang sukar berkeringat
|
Tagih
|
Tabel 4.3. Rasi Bintang dalam Kalender
Pranatamangsa
Masyarakat pada awalnya hanya
menggunakan rasi bintang sebagai pedoman, namun semakin lama terjadi pergeseran
karena keberadaan rasi bintang di angkasa untuk kedudukan yang sama setiap hari
terjadi keterlambatan + 4 menit.[21]
Prinsip-prinsip Pranatamangsa ini
berbasis peredaran Matahari di langit
dan peredaran rasi bintang Waluku atau Orion. Oleh karena itu kalender
Pranatamangsa ada yang menyebutnya sebagai kalender Orionik, karena kehadiran
Orion menurut masyarakat agraris dipandang sebagai waluku atau bajak (bahasa
Jawa) lebih memegang peranan bagi masyarakat. Sehingga mereka mempercayai bahwa
saat itu tanda dimulainya masa tanam.
Gambar 4.3. Rasi Bintang Orion atau
Waluku pada tanggal 22 Juni 1856[22]
Nama-nama 12 mangsa Pranatamangsa dan
pejabarannya secara astronomis, yaitu:
1. Mangsa Kasa (Kartika): “Sotyo murco saking embanan” (mutiara
lepas dari cincin pengikatnya). Berotasi selama 41 hari, dimulai 23 Juni sampai
2 agustus, menandai adanya musim kemarau. Masa puncaknya pada rasi Sungsang
Madangkungan, yang dapat dilihat di langit sebelah Timur sekitar jam 05.00 WIB
sampai jam 07.00 WIB. Masa terang yang biasanya kering: sinar Matahari 76%, kelembapan udara 60,1%, curah hujan 67.2
mm, suhu udara 27,4˚C.
2. Mangsa Karo (Poso): “Bantolo Rengko” (tanah
retak). Berotasi selama 23 hari, mulai 3 Agustus – 25 Agustus, menandai adanya
musim kemarau. Hawa menjadi panas: kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa
kasa, kecuali curah hujan menjadi 32.2 mm.
3. Mangsa Katelu: “Suto manut ing bopo” (anak
menurut pada bapaknya). Berotasi selama 24 hari, mulai 26 Agustus – 18
Sepetember. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, tapi curah
hujan naik menjadi 42.2 mm.
4. Mangsa Kapat (Sitra): “waspo
kumembeng jroning kalbu” (air mata menggenang dalam kalbu/air mata
mulai menggenang). Berotasi selama 25 hari, mulai 19 September – 13 Oktober.
Kemarau mulai berakhir, harapan mulai cerah, sinar Matahari 72%, kelembapan udara 75,5%, curah hujan 83.3
mm, suhu udara 26,7˚C.
5. Mangsa Kalima (Manggala): “Pancuran rmas sumawur ing Jagad” (pancuran
emas menyinari dunia). Orbitnya selama 27 hari, mulai 14 Oktober – 9 November.
Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, hanya curah hujan naik menjadi
151.1 mm. Mangsa ini ditandai dengan hujan pertama.
6. Mangsa Kanem (Naya): “Roso mulyo kasucian” (sedang
banyak-banyaknya buah-buahan). Berorbit selama 43 hari, mulai 10 November – 22
Desember. Kondisi meteorologisnya sama dengan sebelumnya, hanya curah hujan
naik menjadi 402.2 mm.
7. Mangsa Kapitu (Palguna): “Wiso kenter ing maruto” (Racun
hanyut bersama angin > banyak penyakit). Berorbit selama 43 hari, mulai 23
Desember – 3 Februari. Ketentraman manusia mulai sejenak terganggu. Kondisi
meteorologisnya: sinar Matahari 67%,
kelembapan udara 80%, curah hujan 501.4 mm dan suhu udara 26.2˚C.
8. Mangsa Kawulo (Wasika): “Anjrah jroning kayun” (keluarnya
isi hati > musim kucing kawin). Berorbit selama 27 hari, mulai 4/5 Februari
– 1 Maret. Kondisi meteorologisnya sama dengan sebelumnya, kecuali curah hujan
turun menjadi 371.8 mm.
9. Mangsa Kasanga (Jita): “Wedaring wono mulyo” (munculnya
suara-suara mulia > beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan
jenis). Berorbit selama 25 hari, mulai antara 2 Maret – 26 Maret. Kondisi
meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, tapi curah hujan turun menjadi
252.5 mm.
10. Mangsa Kasapuluh (Srawana): “Gedhong
minep jroning kayun” (Gedung terperangkap dalam kalbu > masanya
banyak hewan bunting). Berorbit selama 24 hari, mulai 26 Maret – 18 April.
Kondisi meteorologisnya: sinar Matahari 60%, kelembapan udara 74%, curah hujan 181.6
mm, suhu udara 27.8˚C.
11. Mangsa Dhesta (Pradawana): “Setyo
sinoro wedi” (Intan yang bersinar mulia). Berorbit selama 23 hari, mulai 19
April – 11 Mei. Hujan mulai habis. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas,
tapi curah hujan menjadi 129.1 mm.
12. Mangsa Sadha (Asuji): “Tirto sah saking sasono” (Air
meninggalkan rumahnya > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering).
Berorbit selama 41 hari, mulai 12 Mei – 21 Juni. Kondisi meteorologisnya sama,
tapi curah hujan naik menjadi 149.2 mm.[23]
Awal mangsa kasa (pertama) adalah
22 Juni, yaitu saat posisi Matahari di
langit berada pada garis balik utara (tropic of cancer), sehingga bagi
petani di wilayah antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu saat itu adalah saat
bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah Selatan). Pada saat yang
sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu subuh (menjelang fajar). Dari
sinilah keluar nama “waluku”, karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh
menjadi pertanda bagi petani untuk mengolah sawah atau lahan menggunkan bajak,
untuk menanam palawija (jagung dan kacang-kacangan).[24]
Rasi bintang Orion merupakan penunjuk
awal Pranatamangsa dan arah Barat – Timur, apabila dilihat di langit 85˚ LU dan
75˚ LS, pada Januari – Februari, akan tampak paling jelas pada pukul 21.00 WIB
dan dilihat pada pertengahan Juni – awal Agustus, pada Subuh (jam 04.00 – 05.00
WIB) terlihat terang sehingga sebagai pertanda Musim Kemarau, petani mulai
membajak sawah untuk menanam Palawija.[25]
Mulai tanggal 21 Juni (akhir Mareng
dalam Pranatamangsa) – 23 September Matahari berangsur-angsur kembali menuju sebelah
Selatan mendekati khatulistiwa, siang hari terasa panjang sedikit, akan tetapi
masih tetap lebih pendek daripada malam hari. Pada saat itu terjadi musim panas
di belahan utara dan musim dingin di belahan selatan.[26]
Pada tanggal 23 September – 22
Desember (awal mangsa Rendeng) Matahari mulai semakin menjauh dari khatulistiwa, akan
tetapi berada di seperdua bulatan selatan. Titik terbitnya terletak di sebelah
selatan titik timur dan titik terbenamnya di sebelah selatan dari titik barat.
Pada saat itu terjadi musim gugur di belahan utara dan terjadi musim semi di
belahan Selatan.[27]
Pada tanggal 22 Desember – 21 Maret
dimulai dengan Matahari berada di zenit
garis balik selatan Bumi (tropic of capricorn), Matahari mulai berangsur-angsur kembali menuju sebelah
Utara mendekati khatulistiwa, sehingga siang hari bertambah pendek. Pada saat
itu terjadi musim dingin di belahan utara dan musim panas di belahan selatan.[28]
Dari sini penanggalan Pranatamangsa mulai memasuki mangsa ke 7 (rendheng).
Hingga Matahari kembali lagi ke posisi
garis balik utara yakni pada tanggal 21 Juni.
[1] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam
menurut Pikiran Orang Jawa berdasarkan Pranata Mangsa”, Jurnal Dinamika Hukum,
vol.12 No.3 September 2012, h.433.
[2] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta:
Buana Pustaka, 2004, h.103.
[3] Hartono Kristoko dkk, “Updated Pranata Mangsa: Recombination of
Local Knowledge and Agro Meteorology using Fuzzy Logic for Determining Planting
Pattern”, IJCSI International Jurnal of Computer Science Issues, Vol.9 Issues 6
No.2 November 2012, h.367.
[4] Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana
Pustaka, 2005, h.66.
[5] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “penjabaran Hukum Alam.....
h.427.
[6] Hartono Kristoko dkk, “Updated Pranata Mangsa: Recombination of
Local Knowledge and Agro Meteoroogy using Fuzzy Logic for Determining Planting
Pattern”, IJCSI International Jurnal of Computer Science Issues, Vol.9 Issues 6
No.2 November 2012, h.367.
[7] Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa (Sejarah Sistem
Penanggalan Masehi, Hijriyah dan Jawa), Semarang: Walisongo Semarang, 2011,
h.18.
[8] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem Penanggalan Jawa
Pranatamangsa dan Sistem Penanggalan Syamsiyah yang Berkaitan dengan Sistem
Musim”, Skripsi Strata 1 IAIN Walisongo Semarang, 2014, h.38.
[9] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam.....
h.427.
[10] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam.....
h.427.
[11] Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi
Penginderaan Jauh Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measurement Mission) dengan
sistem Pertanian Pranatamangsa untuk Optimalisasi Produktivitas Pertanian di
Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”, Jurnal Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, Vol.2 No.2 Juni 2015, h.89.
[12] Hartono Kristoko dkk, “Updated Pranata Mangsa..... h.368.
[13] Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi.....
h.89.
[14] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam.....
h.427.
[15] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam.....
h.434.
[16] Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi.....
h.89.
[17] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.56.
[18] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam.....
h.428.
[19] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.57.
[20] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam.....
h.428. lihat juga Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi
Teknologi..... h.90.
[21] Sukardi Wisnubroto, “Pengenalan Waktu Tradisional Pranatamangsa
menurut Jabaran Meteorologi dan Pemanfaatannya, Jurnal Agromet, Vol XI No. 1
dan 2 tahun 1995, h.20
[22] http://langitselatan.com/2015/01/31/selayang-pandang-pranata-mangsa/ diakses pada tanggal 30 November 2016 pukul 19.00 WIB.
[23] Isniyatin Faizah, Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem.....
h.39-44.
[24] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.46.
[25] Isniyatin Faizah, Ibid.
[26] Isniyatin Faizah, Ibid.
[27] Isniyatin Faizah, Ibid, h.51.
[28] Isniyatin Faizah, Ibid, h.51.
0 Comments