Sistem Penanggalan Pranatamangsa



Di Indonesia terdapat beragam jenis kalender. Kalender Jawa-Islam merupakan salah satu kalender yang berkembang dan digunakan masyarakat Jawa sampai saat ini selain kalender Hijriah dan Masehi. Kalender Jawa-Islam digunakan masyarakat Jawa sebagai penentu waktu kegiatan ritual kejawen, kegiatan-kegiatan masyarakat seperti pertanian, pembangunan, dan perjodohan yaitu sistem penanggalan Pranatamangsa.
Pranatamangsa merupakan hasil budaya Jawa yang penuh dengan muatan sains. Tanda-tanda alam yang menggambarkan suatu peristiwa bagi orang Eropa dan Amerika lebih dipahami sebagai peristiwa fisika atau astronomi semata, padahal dari tanda-tanda alam tersebut dapat terlihat bagaimana alam mengatur dirinya dalam lingkaran kosmos yang serba teratur. Dari sanalah sebenarnya hukum alam memberi isyarat kepada manusia mengenai tata cara memperlakukan alam dan lingkungannya. Bagi orang Jawa, tanda-tanda yang terwujud dalam rasi bintang, iklim, angin, maupun perilaku hewan merupakan hukum alam sebagai pertanda atau penanda untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.[1]
4.1. Pengertian dan Sejarah Penanggalan Pranatamangsa
Menurut Muhyiddin Khazin, ada tiga macam penanggalan yang berlaku di Indonesia khususnya masyarakat Jawa, yaitu Penanggalan Masehi, penanggalan Hijriah, dan penanggalan Jawa-Islam.[2]
Salah satu penanggalan Jawa Islam klasik yang masih ada hingga saat ini adalah penanggalan Pranatamangsa. Pranatamangsa berasal dari bahasa Jawa, yakni pranata yang berarti aturan dan mangsa yang berarti musim.[3] Jadi, pranatamangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan suatu pekerjaan.[4]
Pranatamangsa merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Jawa yang berkaitan dengan pengelolaan lahan pertanian. Selama ribuan tahun, mereka menghafalkan pola musim, iklim, dan fenomena alam lainnya, yang pada akhirnya mampu membuat kalender tahunan bukan berdasarkan kalender Syamsiah (Masehi) ataupun kalender Kamariah (Hijriah/Islam) tetapi berdasarkan kejadian-kejadian alam yaitu seperti musim penghujan, kemarau, musim berbunga, dan letak bintang di jagat raya, serta pengaruh bulan purnama terhadap pasang surut air laut.[5]
Pada awalnya, Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung membuat Kalender Jawa dengan mengubah sistem kalkulasi tahun Saka yang didasarkan pada revolusi Bulan dan pergerakannya terhadap Bumi seperti tahun Hijriah, tetapi nomor tahun mengikuti nomor tahun Saka. Pada akhirnya, Ia berhasil mengintegrasikan sistem Islam dan Jawa (Hindu).[6] Perubahan kalender Jawa dilakukan pada saat tahun baru Saka 1555 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M.[7]
Pada tahun 1855 M, penanggalan bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan petani untuk bertanam maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan Matahari  yang disebut Pranatamangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV.[8]
Pranatamangsa merupakan pengenalan waktu tradisional yang menurut Ronggowarsito sudah ribuan tahun yang lalu dikenal oleh masyarakat Jawa. Namun, fungsinya sebagai kalender diresmikan oleh raja Surakarta pada 22 Juni 1855.[9]
Pranatamangsa sangat ketat dilakukan oleh petani di sekitar Gunung Merapi dan Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Tujuan penggunaan pengetahuan pranatamangsa adalah pengurangan resiko dan pencegahan biaya produksi tinggi. Namun demikian, indikator kejadian alam tersebut menjadi tidak tepat karena perubahan lingkungan global. Sebagai contoh, kejadian pergeseran musim hujan dan musim kemarau berdampak pergeseran musim berbunga dan berpanen.
4.2. Sistem Penanggalan Pranatamangsa
Pranatamangsa terdiri atas 12 mangsa (musim) yang masing-masing memiliki indikator. Indikator ini meski bersifat semi kuantitatif dapat dimanfaatkan untuk membuat perkiraan tentang permulaan musim hujan, permulaan musim kemarau, dan lain-lain.[10]
Pemahaman yang mendalam dibutuhkan dalam analisis sistem pertanian pranatamangsa. Dasar penentuan musim didasarkan pada datang dan perginya curah hujan, sehingga faktor curah hujan menjadi faktor utama dalam penentu pranatamangsa[11]
Pranatamangsa dipergunakan untuk menentukan mulai tanam dan panen tanaman. Pranatamangsa meliputi pembagian musim (mangsa) dan jumlah hari, aktivitas petani, ciri-ciri yang tampak (tanda-tanda alam) pada masing-masing mangsa. Dalam satu siklus, Pranatamangsa terdiri dari 365/365 hari yang dibagi ke dalam beberapa musim atau dalam bahasa Jawa disebut “mangsa” dengan panjang hari yang berbeda-beda dikarenakan posisi pulau Jawa di sekitar 7 derajat Lintang Selatan, yaitu Kasa (mangsa pertama) terdapat 41 hari (22 Juni – 2 Agustus), Karo (mangsa kedua) terdapat 23 hari (3 Agustus – 26 Agustus), sampai Sadha (mangsa ke dua belas) terdapat 41 hari (14 Mei – 22 Juni).[12]
Gambar 4.1. Mangsa dalam Kalender Pranatamangsa

Pranatamangsa dibagi menjadi 3 kelompok musim. Kelompok pertama disebut mangsa utama atau musim utama. Empat musim umum tersebut, [13] yaitu
1.       Musim kemarau (ketiga), yang lamanya sekitar 88 hari
2.       Musim pancaroba menjelang hujan (labuh), yaitu musim peralihan pertama dengan lama sekitar 95 hari
3.       Musim hujan (rendheng), yang lamanya sekitar 94/95 hari
4.       Musim pancaroba akhir musim hujan (mareng), yaitu musim peralihan kedua yang lamanya sekitar 88 hari
Kelompok kedua terdiri dari 4 mangsa utama dan 2 mangsa pendek, yaitu:
1.       Mangsa terang (langit cerah, 82 hari)
2.       Mangsa semplah (penderitaan, 99 hari)
3.       Mangsa Udan (musim hujan, 86 hari)
4.       Mangsa pengarep-arep (penuh harap, 98/99 hari)
5.       Mangsa pendek, yaitu: a) Mangsa Paceklik, pada 23 hari pertama hujan, dan b)Mangsa Panen, pada 23 hari terakhir hujan.
Kelompok yang ketiga terdiri dari 12 musim dalam setahun, yaitu:
1.       Mangsa Kasa (Kartika), 41 hari
2.       Mangsa Karo (Poso), 23 hari
3.       Mangsa Katelu, 24 hari
4.       Mangsa Kapat (Sitra), 25 hari
5.       Mangsa Kalima (Manggala), 27 hari
6.       Mangsa Kanem (Naya), 43 hari
7.       Mangsa Kapitu (Palguna), 43 hari
8.       Mangsa Kawolu (Wasika), 26-27 hari
9.       Mangsa Kasanga (Jita), 25 hari
10.   Mangsa Kasepuluh (Srawana), 24 hari
11.   Mangsa Destha (Pradawana), 23 hari
12.   Mangsa Sadha (Asuji), 41 hari
Pengaitan Pranatamangsa dengan kalender Gregorian memungkinkan periode (umur) masing-masing mangsa dapat dicari kesejajarannya dengan periode dalam kalender Gregorian yang pada saat ini sudah diketahui oleh masyarakat pada umumnya. Sebelum disejajarkan dengan kalender Gregorian, masyarakat dapat mengetahui perpindahan mangsa dengan pedoman rasi bintang dan indikator masing-masing mangsa.[14]
Contoh: Februari 2012
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Ahad


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29




Tabel 4.1. Penanggalan Masehi bulan Februari 2012
Keterangan:
Tanggal 3-29 Februari: mangsa kawolu (Rendheng – Pengarep-arep), penampakannya/ibaratnya anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin). Tanaman padi sudah menjadi tinggi, sebagian mulai berbuah, uret mulai banyak.

4.3. Penanggalan Pranatamangsa Prespektif Astronomis
Pranatamangsa sebenarnya menunjukkan hubungan antara manusia, alam (lingkungan), dan Tuhan, sekaligus juga menunjukkan cara orang Jawa berhukum. Tuhan menciptakan alam semesta (kosmos) dengan hukum-hukumnya yang berupa tanda-tanda alam. Tanda-tanda alam ini dapat dikatakan merupakan hukum alam semesta yang merupakan bagian dari keseimbangan kosmos. Hukum alam ini mengatur sirkulasi iklim, perilaku hewan, dan perlakuan manusia terhadap alam yang cocok pada alam agar dihasilkan keseimbangan kosmos. Hukum alam ini kemudian dibaca oleh orang Jawa dan menjadi rumusan Pranatamangsa, atau yang oleh ilmu pengetahuan dengan landasan ilmiah dijelaskan oleh suatu bidang ilmu yang dinamakan astronomi.[15]
Masyarakat dapat mengetahui perpindahan mangsa dengan pedoman rasi bintang dan indikator masing-masing mangsa.[16] Patokan yang digunakan dalam menentukan kapan dimulai dan berakhirnya masing-masing mangsa ditentukan berdasarkan kemunculan rasi bintang tertentu serta panjang bayangan manusia pada tengah hari juga dipakai untuk menentukan lamanya suatu mangsa.
Mangsa dalam Pranatamangsa berada dalam pola yang simetris, dalam satu tahun panjangnya 365/366 hari dibagi menjadi 6 mangsa dalam 2 tengah tahunan. Panjang mangsanya berturut-turut 41-23-24-25-27-43. Umur masing-masing mangsa berbeda-berbeda karena proses perubahan deklinasi Matahari  yang apabila digabungkan dengan lintang tempat akan menimbulkan perubahan bayangan saat Matahari  berkulminasi.[17]
Nama Mangsa
Umur
(hari)
Permulaan Mangsa
Bayangan Tengah Hari
Tempat di
Katiga
Kasa
41
22 Juni – 1 Agustus
4 delamak (pecak) kaki
Selatan
Karo
23
2 Agustus - 24 Agustus
3 delamak (pecak) kaki
Selatan
Katelu
24
25 Agustus - 17 September
2 delamak (pecak) kaki
Selatan
Labuh
Kapat
25
18 September - 12 Oktober
1 delamak (pecak) kaki
Selatan
Kalima
27
13 Oktober - 8 November
0 delamak (pecak) kaki
-
Kanem
43
9 November - 21 Desember
1 delamak (pecak) kaki
Utara
Rendeng
Kapitu
43
22 Desember - 2 Februari
2 delamak (pecak) kaki
Utara
Kawolu
26/27
3 Februari - 28 Februari
1 delamak (pecak) kaki
Utara
Kasongo
25
1 Maret - 25 Maret
0 delamak (pecak) kaki
-
Mareng
Kasepuluh
24
26 Maret - 18 April
1 delamak (pecak) kaki
Utara
Destha
23
19 April - 11 Mei
2 delamak (pecak) kaki
Selatan
Sadha
41
12 Mei - 21 Juni
3 delamak (pecak) kaki
Selatan
Tabel 4.2. Mangsa dalam Penanggalan Pranata Mangsa
Tanggal 22 Juni dipilih sebagai hari pertama dalam kalender Pranatamangsa rupanya karena didasari bahwa tanggal ini adalah hari pertama bergesernya kedudukan Matahari  dari garis balik utara ke garis balik selatan. Perpindahan kedudukan Matahari  berhubungan dengan keadaan unsur-unsur meteorologis suatu wilayah yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap fenologi tanaman dan hewan yang merupakan dasar utama indikator mangsa dalam Pranatamangsa.[18]
Bayang-bayang Matahari  saat berkulminasi merupakan posisi jarak zenit Matahari , dan jarak zenit ditentukan oleh lintang dan deklinasi. Panjang rentang waktu yang berbeda-beda pada mangsa ditentukan oleh perubahan panjang bayangan. Mangsa pertama berakhir di saat bayangan menjadi tiga pecak/kaki yaitu mulai masuk mangsa karo, demikian selanjutnya hingga mangsa kapat berakhir saat bayangan tepat berada di kaki yakni saat posisi Matahari  berada di zenit.[19]
Gambar 4.2. Peredaran Semu Tahunan Matahari
Sebelum disejajarkan dengan kalender Gregorian, masyarakat mengetahui perpindahan mangsa dengan dasar kedudukan dan penampakan rasi bintang penunjuk dan indikator masing-masing mangsa. Indikator tersebut adalah:[20]
Mangsa
Indikator
Tafsir
Bintang Penunjuk
1
Sotya murca saka embanan
Dedaunan gugur
Sapi gumarang
2
Bentala rengka
Permukaan tanah retak
Tagih
3
Suta manut ing bapa
Tanaman yang menjalar (ubi) tumbuh dan mengikuti penegaknya (lanjaran)
Lumbung
4
Waspa kemembeng jroning kalbu
Sumber air banyak yang kering
Jaran dawuk
5
Pancuran emas sumawur ing jagad
Mulai musim hujan
Banyak angrem
6
Rasa mulyo kesucian
Pohon buah-buahan berbuah
Gorong mayit
7
Wisa kentar ing maruta
Munculnya banyak penyakit
Bima sakti
8
Anjrah jroning kayun
Periode kawin beberapa macam hewan
Wulanjar ngirm
9
Wedaring wacana mulya
Gareng (tonggreget) berbunyi
Wuluh
10
Gendhing minep jroning kalbu
Beberapa macam ternak bunting
Waluku
11
Sotya sinarawedi
Telur burung menetas dan induknya menyuapi anaknya (ngloloh)
Lumbung
12
Tirta sah saking sasana
Orang sukar berkeringat
Tagih
Tabel 4.3. Rasi Bintang dalam Kalender Pranatamangsa
Masyarakat pada awalnya hanya menggunakan rasi bintang sebagai pedoman, namun semakin lama terjadi pergeseran karena keberadaan rasi bintang di angkasa untuk kedudukan yang sama setiap hari terjadi keterlambatan + 4 menit.[21]
Prinsip-prinsip Pranatamangsa ini berbasis peredaran Matahari  di langit dan peredaran rasi bintang Waluku atau Orion. Oleh karena itu kalender Pranatamangsa ada yang menyebutnya sebagai kalender Orionik, karena kehadiran Orion menurut masyarakat agraris dipandang sebagai waluku atau bajak (bahasa Jawa) lebih memegang peranan bagi masyarakat. Sehingga mereka mempercayai bahwa saat itu tanda dimulainya masa tanam.
Gambar 4.3. Rasi Bintang Orion atau Waluku pada tanggal 22 Juni 1856[22]

Nama-nama 12 mangsa Pranatamangsa dan pejabarannya secara astronomis, yaitu:
1.       Mangsa Kasa (Kartika): “Sotyo murco saking embanan” (mutiara lepas dari cincin pengikatnya). Berotasi selama 41 hari, dimulai 23 Juni sampai 2 agustus, menandai adanya musim kemarau. Masa puncaknya pada rasi Sungsang Madangkungan, yang dapat dilihat di langit sebelah Timur sekitar jam 05.00 WIB sampai jam 07.00 WIB. Masa terang yang biasanya kering: sinar Matahari  76%, kelembapan udara 60,1%, curah hujan 67.2 mm, suhu udara 27,4˚C.
2.       Mangsa Karo (Poso): “Bantolo Rengko” (tanah retak). Berotasi selama 23 hari, mulai 3 Agustus – 25 Agustus, menandai adanya musim kemarau. Hawa menjadi panas: kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa kasa, kecuali curah hujan menjadi 32.2 mm.
3.       Mangsa Katelu: “Suto manut ing bopo” (anak menurut pada bapaknya). Berotasi selama 24 hari, mulai 26 Agustus – 18 Sepetember. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, tapi curah hujan naik menjadi 42.2 mm.
4.       Mangsa Kapat (Sitra): “waspo kumembeng jroning kalbu” (air mata menggenang dalam kalbu/air mata mulai menggenang). Berotasi selama 25 hari, mulai 19 September – 13 Oktober. Kemarau mulai berakhir, harapan mulai cerah, sinar Matahari  72%, kelembapan udara 75,5%, curah hujan 83.3 mm, suhu udara 26,7˚C.
5.       Mangsa Kalima (Manggala): “Pancuran rmas sumawur ing Jagad” (pancuran emas menyinari dunia). Orbitnya selama 27 hari, mulai 14 Oktober – 9 November. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, hanya curah hujan naik menjadi 151.1 mm. Mangsa ini ditandai dengan hujan pertama.
6.       Mangsa Kanem (Naya): “Roso mulyo kasucian” (sedang banyak-banyaknya buah-buahan). Berorbit selama 43 hari, mulai 10 November – 22 Desember. Kondisi meteorologisnya sama dengan sebelumnya, hanya curah hujan naik menjadi 402.2 mm.
7.       Mangsa Kapitu (Palguna): “Wiso kenter ing maruto” (Racun hanyut bersama angin > banyak penyakit). Berorbit selama 43 hari, mulai 23 Desember – 3 Februari. Ketentraman manusia mulai sejenak terganggu. Kondisi meteorologisnya: sinar Matahari  67%, kelembapan udara 80%, curah hujan 501.4 mm dan suhu udara 26.2˚C.
8.       Mangsa Kawulo (Wasika): “Anjrah jroning kayun” (keluarnya isi hati > musim kucing kawin). Berorbit selama 27 hari, mulai 4/5 Februari – 1 Maret. Kondisi meteorologisnya sama dengan sebelumnya, kecuali curah hujan turun menjadi 371.8 mm.
9.       Mangsa Kasanga (Jita): “Wedaring wono mulyo” (munculnya suara-suara mulia > beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis). Berorbit selama 25 hari, mulai antara 2 Maret – 26 Maret. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, tapi curah hujan turun menjadi 252.5 mm.
10.   Mangsa Kasapuluh (Srawana): “Gedhong minep jroning kayun” (Gedung terperangkap dalam kalbu > masanya banyak hewan bunting). Berorbit selama 24 hari, mulai 26 Maret – 18 April. Kondisi meteorologisnya: sinar Matahari  60%, kelembapan udara 74%, curah hujan 181.6 mm, suhu udara 27.8˚C.
11.   Mangsa Dhesta (Pradawana): “Setyo sinoro wedi” (Intan yang bersinar mulia). Berorbit selama 23 hari, mulai 19 April – 11 Mei. Hujan mulai habis. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, tapi curah hujan menjadi 129.1 mm.
12.   Mangsa Sadha (Asuji): “Tirto sah saking sasono” (Air meninggalkan rumahnya > jarang berkeringat karena udara dingin dan kering). Berorbit selama 41 hari, mulai 12 Mei – 21 Juni. Kondisi meteorologisnya sama, tapi curah hujan naik menjadi 149.2 mm.[23]
Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi Matahari  di langit berada pada garis balik utara (tropic of cancer), sehingga bagi petani di wilayah antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah Selatan). Pada saat yang sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu subuh (menjelang fajar). Dari sinilah keluar nama “waluku”, karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh menjadi pertanda bagi petani untuk mengolah sawah atau lahan menggunkan bajak, untuk menanam palawija (jagung dan kacang-kacangan).[24]
Rasi bintang Orion merupakan penunjuk awal Pranatamangsa dan arah Barat – Timur, apabila dilihat di langit 85˚ LU dan 75˚ LS, pada Januari – Februari, akan tampak paling jelas pada pukul 21.00 WIB dan dilihat pada pertengahan Juni – awal Agustus, pada Subuh (jam 04.00 – 05.00 WIB) terlihat terang sehingga sebagai pertanda Musim Kemarau, petani mulai membajak sawah untuk menanam Palawija.[25]
Mulai tanggal 21 Juni (akhir Mareng dalam Pranatamangsa) – 23 September Matahari  berangsur-angsur kembali menuju sebelah Selatan mendekati khatulistiwa, siang hari terasa panjang sedikit, akan tetapi masih tetap lebih pendek daripada malam hari. Pada saat itu terjadi musim panas di belahan utara dan musim dingin di belahan selatan.[26]
Pada tanggal 23 September – 22 Desember (awal mangsa Rendeng) Matahari  mulai semakin menjauh dari khatulistiwa, akan tetapi berada di seperdua bulatan selatan. Titik terbitnya terletak di sebelah selatan titik timur dan titik terbenamnya di sebelah selatan dari titik barat. Pada saat itu terjadi musim gugur di belahan utara dan terjadi musim semi di belahan Selatan.[27]
Pada tanggal 22 Desember – 21 Maret dimulai dengan Matahari  berada di zenit garis balik selatan Bumi (tropic of capricorn), Matahari  mulai berangsur-angsur kembali menuju sebelah Utara mendekati khatulistiwa, sehingga siang hari bertambah pendek. Pada saat itu terjadi musim dingin di belahan utara dan musim panas di belahan selatan.[28] Dari sini penanggalan Pranatamangsa mulai memasuki mangsa ke 7 (rendheng). Hingga Matahari  kembali lagi ke posisi garis balik utara yakni pada tanggal 21 Juni.


[1] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam menurut Pikiran Orang Jawa berdasarkan Pranata Mangsa”, Jurnal Dinamika Hukum, vol.12 No.3 September 2012, h.433.
[2] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, h.103.
[3] Hartono Kristoko dkk, “Updated Pranata Mangsa: Recombination of Local Knowledge and Agro Meteorology using Fuzzy Logic for Determining Planting Pattern”, IJCSI International Jurnal of Computer Science Issues, Vol.9 Issues 6 No.2 November 2012, h.367.
[4] Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, h.66.
[5] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “penjabaran Hukum Alam..... h.427.
[6] Hartono Kristoko dkk, “Updated Pranata Mangsa: Recombination of Local Knowledge and Agro Meteoroogy using Fuzzy Logic for Determining Planting Pattern”, IJCSI International Jurnal of Computer Science Issues, Vol.9 Issues 6 No.2 November 2012, h.367.
[7] Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa (Sejarah Sistem Penanggalan Masehi, Hijriyah dan Jawa), Semarang: Walisongo Semarang, 2011, h.18.
[8] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem Penanggalan Jawa Pranatamangsa dan Sistem Penanggalan Syamsiyah yang Berkaitan dengan Sistem Musim”, Skripsi Strata 1 IAIN Walisongo Semarang, 2014, h.38.
[9] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam..... h.427.
[10] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam..... h.427.
[11] Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi Penginderaan Jauh Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measurement Mission) dengan sistem Pertanian Pranatamangsa untuk Optimalisasi Produktivitas Pertanian di Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah”, Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Vol.2 No.2 Juni 2015, h.89.
[12] Hartono Kristoko dkk, “Updated Pranata Mangsa..... h.368.
[13] Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi..... h.89.
[14] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam..... h.427.
[15] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam..... h.434.
[16] Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi..... h.89.
[17] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.56.
[18] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam..... h.428.
[19] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.57.
[20] Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal, “Penjabaran Hukum Alam..... h.428. lihat juga Yosep Budianto dan Rizal Faozi Malik, “Integrasi Teknologi..... h.90.
[21] Sukardi Wisnubroto, “Pengenalan Waktu Tradisional Pranatamangsa menurut Jabaran Meteorologi dan Pemanfaatannya, Jurnal Agromet, Vol XI No. 1 dan 2 tahun 1995, h.20
[22] http://langitselatan.com/2015/01/31/selayang-pandang-pranata-mangsa/ diakses pada tanggal 30 November 2016 pukul 19.00 WIB.
[23] Isniyatin Faizah, Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.39-44.
[24] Isniyatin Faizah, “Studi Komparatif Sistem..... h.46.
[25] Isniyatin Faizah, Ibid.
[26] Isniyatin Faizah, Ibid.
[27] Isniyatin Faizah, Ibid, h.51.
[28] Isniyatin Faizah, Ibid, h.51.

Post a Comment

0 Comments