ABSTRAK
Sundial sebagai jam matahari tertua di dunia memiliki peranan yang sangat penting
sebagai petunjuk waktu. Sundial telah
ditemukan 3500 tahun sebelum masehi. Usianya yang cukup panjang sebagai nenentu
waktu di siang hari membuat Sundial
tidak pernah terlepas dari cara kerja
yang tergolong klasik, namun jika ditelusuri lebih jauh terdapat beberapa hal
modern dalam mekanisme kerja Sundial. Sehingga kajian mengenai Sundial sebagai
salah satu wujud astronomi klasik nan modern senantiasa menarik untuk terus
ditelusuri lebih jauh. Terutama dalam hal mengetaui mekanisme kerja Sundial itu sendiri. Dimana hal tersebut akan
memunculkan suatu metode klasik dan modern di sisi lain.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja Sundial. Yaitu mengkaji suatu hal yang bersifat modern pada
suatu alat yang tergolong klasik. Hal ini digunakan untuk mengetahui sejauh
mana kinerja benda klasik tersebut dalam khazanah keilmuan modern saat ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif kepustakaan, dengan menelusuri
sumber-sumber historis yang berkaitan dengan perkembangan Sundial. Hasil penelitain ini menunjukan bahwa Sundial yang tergolong dalam alat penentu waktu yang sangat
tua umurnya memilkik sistem kerja yang sangat modern, berdasarkan metode penggunaan
dial dan gnomon-nya. Pertama, Sundial sangat
mempertimbangkan akurasi penempatan dalam dial dan gnomon, sehingga akan
menghasilkan keakurasian dalam tanda waktu. Kedua, fungsi Sundial sebagai
penentu waktu shalat, waktu lokal dan penanggalan merupakan suatu hal yang
menunjukan kegunaan Sundial yang terus mengikuti perkembangan keilmuan sains
modern.
Key word: Mekanisme, Sundial, Modern, Klasik
A. PENDAHULUAN
Siklus harian dan tahunan arah dan
panjang bayangan benda, sebuah tugu, tongkat istiwa’, lingga, bencet
atau gnomon[1]
atau polos, yang dikenai bekas cahaya matahari
dapat dipergunakan sebagai indikator waktu matahari yang dipergunakan
sehari-hari maupun dalam jangka waktu yang lama. Sistem penunjuk waktu dengan
indikator bayang-bayang oleh bekas cahaya matahari dinamakan Sundial atau
Dial. Dalam perspektif sejarah Sundial merupakan bentuk contoh
peradaban manusia yang bernafaskan astronomi. Manusia berusaha memahami dan
memanfaatkan keteraturan siklus matahari di atas horizon untuk keperluan
hidupnya, memperkaya kultur dan peradabannya.[2]
Dalam perkembangan sejarah teknologi Sundial
merupakan instrumen pengamatan yang sudah dikenal manusia sejak zaman Babylonia
(antara 2000 - 1000 tahun sebelum Masehi) dan mungkin lebih lama lagi, kemudian
berlanjut ke zaman Yunani Kuno (beberapa ratus tahun sebelum Masehi) seperti
Thales (600 SM), Meton (430 SM) dan Calippos (4 abad SM).[3]
Dalam perkembangannya walaupun sistem penunjuk waktu untuk keperluan
sehari-hari dan sistem kalender untuk sistem penunjuk waktu jangka panjang
sudah tersedia namun Sundial masih menjadi pembicaraan dalam astronomi
dan khalayak luas.[4]
Dewasa ini, keberadaan Sundial masih
saja menjadi suatu penunjuk waktu yang tetap eksis. Dengan berbagai modifikasi
yang dilakukan membuat Sundial lebih dari sekedar jam Matahari. Sundial
Gedung Puspa Iptek Bandung misalnya, Sundial yang terbesar di
Indonesia tersebut bukan sebatas penunjuk waktu namun memiliki daya tarik lain
sebagai tempat wisata pengetahuan klasik. Dengan bidang refleksi horizontal
mencapai 2.785 meter persegi dan jarum sepanjang 30 meter, Sundial tersebutpun
masuk kedalam rekor MURI.
Melihat perkembangan Sundial pada
saat ini, tidak banyak yang mengetahui mengenai terdapatnya suatu mekanisme
modern dalam benda penentu waktu tertua tersebut. Karena sejauh ini tidak
banyak kajian yang menjelajah kepada bagaimana Sundial bekerja dalam
menentukan tanda waktu, yang dimana dalam keklasikannya terdapat kinerja modern
yang berperan.
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu
kiranya untuk dilakukan sebuah kajian mendalam tentang mekanisme kerja Sundial,
baik dari segi klasik maupun modern. Sebagai salah satu jam matahari tertua,
penelitian ini dipandang perlu untuk dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
peran metode modern dalam suatu alat klasik.
B. SEJARAH SUNDIAL
Dahulu, manusia mengukur waktu dengan
mengamati bayang-bayang pepohonan memendek saat pagi hari berlalu dan memanjang
kembali setelah tengah hari sampai matahari terbenam. Dengan begitu, setiap bayangan
yang terbentuk dari benda vertikal dapat digunakan untuk menunjukkan
berjalannya waktu. Selain menggunakan perubahan panjang bayangan, metode
perubahan arah bayangan secara historis lebih banyak dipakai daripada metode
panjang bayangan. Di pagi hari saat matahari
terbit di timur, bayangan ada di barat. selanjutnya, bayangan tadi
berayun ke utara dan kemudian ke timur, di mana ia menunjukkan matahari
terbenam di barat.[5]
Jalur perjalanan matahari dalam setahun
dapat di lacak dengan bantuan gnomon dan mengatur batu di beberapa
posisi ujung bayangan lima atau enam kali setiap hari. Bila titik-titik
tersebut dihubungkan, hasilnya adalah ilustrasi grafis matahari yang
menunjukkan pergantian musim. di Mesopotamia (sekarang Irak), bayangan
terpendek terjadi sekitar tanggal 21 Juni dan yang terpanjang sekitar 22
Desember. Bayangan membentuk garis lurus terjadi sekitar bulan Maret 21 dan
lagi sekitar 23 September). Pengetahuan dasar tentang musim ini menjadi penting
untuk masyarakat pertanian pada masa awal, sehingga dapat diasumsikan bahwa
inilah sebab mereka memunculkan jam matahari primitif pertama. Sejarawan
Yunani, Herodotus (484-425 SM) menyatakan dalam tulisannya bahwa jam matahari
ini berasal Babilonia di lembah-lembah subur sungai Tigris dan Efrat.[6]
Eksistensi Jam matahari[7]
tertua berasal Mesir pada masa Thutmose III (abad 15 SM). Perangkat ini kini
disimpan di Museum Berlin.[8]
Tongkat Waktu berbentuk T ini terdiri dari tongkat vertikal dan palang
diatasnya. Sebelum itu, Gnomon berbentuk obelisk (tugu) juga telah
digunakan di Mesir untuk pengukuran waktu dan pengaturan kalender. Obelisk ini
berbentuk tinggi, ramping, meruncing, dengan menara batu empat sisi, yang
disebut Cleopatra's Needles.[9]
Pada abad ke-3 SM, Sejumlah desain jam
matahari sederhana mulai dikembangkan di Yunani. Aristarchus disebutkan telah
merancang jam matahari yang disebut Hemispherium. Sebuah batu yang dilubangi;
dilengkapi gnomon berupa pin vertikal yang didirikan di titik pusat batu. Ujung
pin meggambarkan jalur matahari saat bergerak melintasi langit. tanda vertikal
di atas permukaan membagi periode siang hari ke dua belas jam, dan garis
horizontal menggambarkan musim dan bulan. Jenis jam matahari serupa ditemukan
di bagian dasar Cleopatra Needle di Alexandria ketika situs itu digali pada
tahun 1852, sekarang ada di British Museum.[10]
Jam matahari tersebut adalah "hemi-siklus" (belahan bumi) yang
diciptakan oleh astronom Kaldea Berosus. Dial dari Berosus tetap digunakan
selama berabad-abad sejak penemuannya di abad keempat.[11]
Dalam Islam sendiri, Jam Matahari
pertama muncul dari abad kesebelas di Cordoba adalah karya Ibnu al-Saffar,.
Dial ini menampilkan garis untuk jam musiman, garis awal musim, dan garis
penanda untuk shalat dhuhur dan ashar. Panjang gnomon vertikal sama dengan
jari-jari lingkaran di piringan. Kini dipelihara di Museum Arqueológico
Provincial de Cordoba.[12]
Di paruh kedua abad keempat belas,
Sebuah dial horizontal dibuat oleh astronom Ibn al-Shatir untuk Masjid Umayyah
di Damaskus pada 1371. Ini adalah jam matahari tertua dengan kesejajaran polar
axis yang masih ada.[13]
Jam matahari ini menampilkan waktu sejak matahari terbit di pagi hari, waktu
sebelum matahari terbenam di sore hari, dan waktu sampai atau setelah tengah
hari. Itu ditempatkan di salah satu menara masjid dan benar-benar menunjukkan
pada pemakainya, yang menjadi pencatat waktu resmi di masjid, kepada waktu
relatif shalat sepanjang hari.[14]
C. MACAM-MACAM SUNDIAL
Berkaitan dengan panjang dan arah
bayangan-bayangan benda yang disebabkan oleh kedudukan matahari di langit suatu
tempat dapat dieksplorasi. Antara lain mengetahui meridian langit dan sistem
waktu surya yang dipergunakan sehari-hari di lokasi pengamatan. Mengetahui
keberadan matahari terhadap titik Aries, titik paling Selatan maupun titik
paling Utara. Pemanfaatan kombinasi besaran posisi matahari dengan panjang dan
arah bayang-bayang antara lain di dalam bentuk Sundial Stick in the Sand, panjang
bayang-bayang dan arahnya digunakan untuk indikator tinggi dan azimuth
matahari. Tinggi (h) dan azimuth (Az), deklinasi (δ) matahari dan lintang
tempat (Ï•), berhubung dengan sudut jam matahari (HA), cos (HA) = (sin h - sin Ï•
sin δ) / cos ϕ cos δ atau sin (HA) = [(sin h sin Az) / cos δ].[15]
Perhatikan macam-macam Sundial berikut:
1. Altitude Dial. Memanfaatkan
kombinasi tinggi, deklinasi dan lintang tempat, dengan sudut jam. Misalnya De
Saint Regans atau Capuchin Dial (abad 15) tinggi dan sudut jam
fungsi waktu (kalender).
2. Pilar Dial. Dilengkapi
jarum penunjuk hari dan jam dan Disc Dial.
3. Horizontal Dial. Sudut
jam dengan arah perubahan sudut dengan garis utara selatan.
4. Vertical South/Nourth Facing Dial. Memanfaatkan
bayangan yang dibentuk oleh matahari ketika matahari berada dibelahan langit
selatan atau di utara, (Ï• > 23.5áµ’). Orientasi rumah yang tidak selalu tepat
dengan utara – selatan dapat dikoreksi dengan orientasi stick pada
Sundial. Sundial bersistem ekuatorial ada arah sumbu yang sejajar dengan sumbu
bumi.
5. Global Sundial. Memanfaatkan
bola bumi untuk mengetahui pola matahari mencahayai kutub bumi, mengetahui
terbit dan terbenam matahari secara global serta rotasi bumi terhadap waktu dan
bayang-bayang.
6. Noon Mark.
(Tanda bayang-bayang tengah siang) dan analemma. Efek persamaan waktu,
perbedaan waktu matahari rata-rata dan matahari sebenarnya mencapai meridian,
tergambar pada noon mark.[16]
Selain itu Sundial bisa berbentuk
sebuah monumen, namun juga bisa berbentuk portable dapat dibawa dangan
mudah (misalnya Pocket Sundial). Tujuan pembuatan Sundial juga bisa
beragam sebagai memorial (tugu peringatan atau kenangan) atau sebuah hiasan.[17]
Dalam referensi lain di sebutkan Sundial
memiliki beberapa macam, antara lain: Equatorial Sundial, Horisontal Sundial
dan Vertical Sundial. Sebagiamana berikut:
1. Equatorial Sundial atau
Jam Matahari Ekuatorial
Jam Matahari ekuatorial adalah Jam
matahari yang mempunyai bidang dial miring sesuai dengan lintang suatu tempat
dan memiliki gnomon yang tegak lurus terhadap dataran bidang dialnya
tersebut. Kemiringan bidang dial sesuai dengan besar lintang tempat ditujukan
untuk penyesuaian posisi bidang dial dengan lingkaran meridian.[18]
Gambar 1.1:
Matahari equatorial.[19]
a. Bagian-bagian jam Matahari ekuatorial dan
cara kerjanya
Jam Matahari ekuatorial mempunyai bagian
yang wajib terpasang yaitu bidang dial yang terdapat garis-garis jam dan gnomon
sebagai penangkap cahaya yang menghasilkan bayangan.
Bidang Dial
Gambar di atas adalah bentuk jam
Matahari yang mempunyai model bidang dial miring sesuai dengan lintang suatu
tempat. Tabel pada bidang dial memiliki dua sisi yang sejajar dengan
khatulistiwa dan memiliki sudut 90áµ’.
selain itu juga, bidang dial memiliki tabel garis waktu yang digunakan
sebagai penanda bayangan Matahari. Hal ini dikarenakan adanya pergerakan
deklinasi Matahari yang mana kadang kala Matahari berada di utara khatulistiwa
atau memiliki deklinasi positif dan kadang kala berada di selatan khatulistiwa
atau memiliki deklinasi negatif.[20]
Sedangkan Gambar garis–garis jam yang
terdapat pada bidang dialnya merupakan gambaran dari proyeksi bola langit
terhadap bidang datar.[21]
Untuk memahaminya, bayangkan sebuah bola transparan yang mana pada bola
tersebut terdapat garis-garis meridian yang antara satu dengan garis yang lain
memiliki jarak 15°, kemudian miringkan bola tersebut sehingga poros atau
sumbunya menghadap ke arah kutub utara langit, jika bola tersebut disinari maka
garis–garis meridian yang tergambar pada
bola tersebut akan terproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang menunjukkan garis
jam.
Gnomon
Bagian yang kedua dari jam Matahari
ekuatorial adalah gnomon. Gnomon pada jam matahari ekuatorial diletakkan
tegak lurus dengan bidang dial yang miring. Ketika hari berganti, model
bayangan tidak akan selalu bergerak ke arah yang sama. Seperti ketika Matahari
berada pada deklinasi utara maka bayangan Matahari akan searah dengan jarum
jam. Akan tetapi ketika deklinasi selatan maka bayangan Matahari akan
berlawanan dengan arah jarum jam.[22]
Pada saat deklinasi utara, setelah
tanggal 21 juni panjang bayangan akan menjadi lebih panjang, dan akan terus
memanjang tak terhingga sampai pada musim gugur yang terjadi pada tanggal 23
september. Begitu juga sebaliknya akan terjadi pada saat deklinasi selatan.[23]
2. Horisontal Sundial atau
Jam Matahari Horisontal
Jam Matahari Horisontal merupakan bentuk
yang paling sederhana. Kita kerap menjumpai di depan masjid sebagai penunjuk
waktu dan bahkan jenis jam ini dijadikan sebagai tempat wisata seperti jam
Matahari terbesar di Indonesia yang terletak di Perumahan Kotabaru Parahyangan,
Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, sekitar 20 kilometer arah barat kota
Bandung.[24]
Jam Matahari horizontal mempunyai garis
jam yang berpotongan pada titik di mana gnomon ini melintasi bidang
horizontal. Bentuk dari jam ini disesuaikan dengan skema kemiringan yang sama
dari garis lintang tempat. Jam ini lebih mendekati prinsip dalam pemakaian jam
Equatorial. Jam Matahari ini juga dirancang untuk satu lintang dan dapat digunakan
dalam lintang lain, asalkan ketika ke atas atau ke bawah memiliki sudut miring
yang sama dalam perbedaan lintang.[25]
Gambar 1.2: Jam Matahari
horizontal.[26]
a. Bagian- bagian jam Matahari horisontal dan
cara kerjanya
Jam Matahari Horisontal merupakan jam
Matahari yang mempunyai bidang dial berbentuk datar sejajar dengan garis
horizon Bumi. Jam Matahari Horizon mempunyai bagian yaitu bidang dial datar
sebagai cirri dari horizon dan gnomon yang menyesuaikan lintang.
Bidang Dial
Jam Matahari Horisontal merupakan jam
Matahari yang mempunyai bidang dial berbentuk datar sejajar dengan garis
horizon Bumi. Jam Matahari Horizon mempunyai bagian yaitu bidang dial datar
sebagai cirri dari horizon dan gnomon yang menyesuaikan lintang.[27]
Sedangkan garis jam pada bidang dial
untuk jam Matahari horisontal ini tidak sama seperti jam Matahari Ekuatorial.
Jam Matahari Ekuatorial memiliki jarak sebesar 15áµ’ antar garis jam. Sedangkan
untuk jam Matahari horisontal, besar sudut antar garis jam dihitung dengan
mempertimbangkan lintang tempat dari daerah dimana jam Matahari tersebuta akan
digunakan. Yaitu dengan menggunakan rumus:
tan H = sin ɸ . tan H
sehingga besar sudut antar jam pada
bidang dial tidak mutlak sebesar 15áµ’.[28]
Gnomon
Gnomon
pada jam Matahari ini, harus disesuaikan dengan besar sudut lintang tempat
dimana sundial ini akan digunakan. Mungkin disinilah kita dapat menemukan
perbedaan antara jam Matahari Ekuatorial dan Horisontal. pada jam Matahari
Ekuatorial, yang harus disesuaikan kemiringannya dengan besar sudut lintang
tempat. Sedangkan untuk jam Matahari Horisontal adalah kemiringan gnomon-nya.[29]
3. Vertical Sundial atau
Jam Matahari Vertikal
Jam Matahari Vertikal adalah jam
Matahari yang mempunyai bentuk tegak lurus/vertikal. biasanya ditemui di
dinding-dinding bangunan, menara atau tempat umum baik dijadikan penunjuk waktu
maupun hiasan rumah. Sehingga penempatannya lebih tepat untuk diletakkan di
tempat yang tegak lurus pula.
Gambar 1.3:
Jam Matahari Vertikal.[30]
a. Bagian- bagian jam Matahari Vertikal dan cara
kerja
Jam Matahari vertikal hampir sama dengan
jam Matahari horizontal yang menjadi perbedaannya adalah cara penempatannya
saja. Jam Matahari vertikal diletakkan sejajar dengan garis vertikal. Bagian
bagian yang terdapat pada jam Matahari ini adalah bidang dial dan gnomon.
Bidang Dial
Bidang dial pada jam Matahari vertikal
di letakkakn sejajar dengan garis vertikal. Konsep yang terdapat di dalam jam
Matahari ini hampir sama dengan apa yang ada pada jam Matahari Horisontal.
Sedangkan pada rumus penentuan garis antara satu jam ke jam lain pun sama
dengan apa yang terdapat pada jam Matahari Horisontal, yaitu dengan menggunakan
rumus dan mempertimbangkan besar sudut lintang tempat. Apabila kita simpulkan,
maka jam Matahari Vertikal ini layaknya jam Matahari Horisontal yang di rubah
posisinya menjadi tegak lurus.[31]
Gnomon
Gnomon
pada jam Matahari vertikal juga relatif sama. Persamaannya ialah terletak pada
konsep penentuan kemiringan gnomon yang disesuaikan dengan besar sudut lintang
tempat daerah. Sedangkan pemasangannyategak lurus dengan alas bangunan yang
akan dijadikan pijakannya.[32]
D. ANALISIS MEKANISME KERJA SUNDIAL
Berbicara tentang mekanisme Sundial,
maka dalam penelitian ini akan ditinjau dari segi klasik dan modernnya. Sebagaimana
berikut:
1. Mekanisme Klasik Sundial
a. Ketergantungan Sundial Terhadap
Matahari
Sundial
atau Jam Matahari masih menggunakan teori heliosentris yaitu model astronomi yang mana bumi
mengelilingi matahari yang berada pada pusat tata surya. Hal tersebut bermakna
bahwasanya Sundial menggunakan rotasi perputaran bumi terhadap matahari untuk
menentukan waktu. Karena bumi berrotasi,
maka Sundial akan
menggunakan gerak semu matahari untuk menentukan waktu pada hari tertentu.
Jika
melihat kepada macam-macamnya, setiap jenis Sundial terdapat bidang dial dan gnomon. Dimana bidang
dial nantinya akan menunjukan bayangan matahari melalui gnomon. Setiap
jenis sundial pada prinsipnya sama-sama akan dapat menentukan waktu harian bila
terdapat cahaya matahari dan bayang-bayang matahari. Tanpa cahaya dan
bayang-bayang matahari tersebut, maka jenis sundial apapun tidak akan dapat
digunakan.
Keterbatasan
mekanisme kerja Sundial terhadap cahaya matahari dan bayang-bayang matahari
menunjukan bahwa Sundial merupakan salah satu alat klasik dalam ilmu
astronomi. Sejauh ini yang berkembang hanyalah bahan yang dijadikan untuk
membuat Sundial lebih baik dan praktis. Sedangkan dari sistem kerja yang digunakan
masih tetap sama.
b. Waktu Penemuan Sundial
Jam Matahari merupakan jam tertua yang
pertama kali digunakan sekitar 3500 sebelum Masehi. Prinsip kerja jam ini yaitu
dengan menunjukkan berdasarkan letak Matahari dengan cara melihat bayangan
Matahari. Di Indonesia, jam Matahari biasanya dibuat dari tongkat atau semen
serta sejenisnya dan ditempatkan di daerah terbuka agar mudah terkena sinar
Matahari.[33]
Pada tahun 1500 SM di Mesir ditemukan Sundial
berbentuk “T” yang digunakan oleh Thutmosis III. Alat ini dilengkapi dengan
bandul/syaqul untuk mengukur kesejajaran ketika digunakan.[34]
Mesir memiliki peradaban yang luar biasa kaitannya dengan astronomi. Mereka
menggunakannya untuk keperluan ibadah (menyembah Tuhan) berdasarkan waktu
tertentu.
Pada periode Yunani Klasik desain Sundial
mulai dikembangkan, diantaranya berbentuk
hermisperium. Alat ini dirancang oleh Aristarcus dari Samos (abad ke-3
SM). Dia membuatnya dari batu yang berbentuk cekung yang ditengahnya terdapat
gnomon vertikal yang mengarah ke zenit. Dalam perkembangannya Alexander The
Great (356-323 SM), Berosus mendesain lagi lebih sempurna yang disebut dengan hemicyclium,
dengan menggunakan vertical gnomon. Hemicyclium lebih mudah dibaca dan
ringan untuk dibawa untuk melakukan penelitian waktu.[35]
Meskipun teori geosentris masih
berkembang pada saat itu, akan tetapi banyak memunculkan perdebatan. Ini
terlihat dari semakin berkembangnya model sundial yang mengikuti posisi
Matahari dalam pergerakan semunya. Dan akhirnya pada abad ke-10, astronom Arab
telah menemukan cikal bakal lahirnya sundial modern.[36]
Selain itu, masing-masing sundial pun
mempergunakan peraturan tersendiri dalam proses pembuatan dan penggunaanya.[37]
Ibnu al-Shatir membuatnya untuk masjid Umayyah di Damaskus pada tahun 1371 M. Sundial
tersebut menggunakan gnomon yang sejajar dengan kutub Bumi hingga sampai saat
ini masih ada.[38]
2. Mekanisme Modern Sundial
Sundial
memang suatu benda astronomi yang tergolong sangat sudah lama ditemukan, namun Sundial
memimiliki metode kerja yang modern sebagai salah satu alat penentu waktu.
Hal tersebut dapat dilihat dari macam-macam dan fungsi Sundial itu
sendiri. Sebagaimana berikut:
Berdasarkan metode pada masing-masing Sundial
hanya dapat berfungsi ketika ada sinar matahari dan menghasilkan bayangan.
Perhatikan tabel perbedaan Sundial berikut:
Tabel 1.1: Dial dan Gnomon Sundial
Bagian
|
Ekuatorial
|
Horizontal
|
Vertikal
|
Keterangan
|
Bidang Dial
|
Penempatan bidang dial miring sesuai
dengan besar lintang.
|
Penempatan bidang dial sejajar dengan
garis horizon.
|
Penempatan bidang dial sejajar dengan
garis vertikal.
|
Konsep bidang dial pada Sundial
Horizontal dan Vertikal sama, yang membedakan adalah dalam penempatannya.
|
Gnomon
|
Dipasang tegak lurus dengan kemiringan
bidang dial.
|
Dipasang tegak lurus dengan bidang
dial dan diletakkan sejajar dengan arah utara sejati.
|
Dipasang tegak lurus dengan alas
bangunan yang akan dijadikan pijakan.
|
Gnomon
pada Sundial Horizontal dan Vertikal mempunyai kesamaan yaitu tinggi gnomon
sama dengan besaran lintang tempat
|
Tabel di atas menunjukan bahwa
masing-masing Sundial sangat mempertimbangkan akurasi penempatan pada
bidang dial dan gnomon, sehingga akan menghasilkan keakurasian
tanda waktu juga. Hal ini sangat sesuai dengan watak sains modern yang sangat
memperhitungkan ketepatan dalam suatu keilmuan. Dalam suatu alat yang telah ada
berabad-abad tahun lalu hal ini sudah diterapkan pada Sundial menunjukkan
bahwa pertimbangan akan ketepatan dalam suatu tanda waktu menggunakan Sundial
sangtalah penting.
Berdasarkan fungsinya, Sundial termasuk
alat klasik yang berguna untuk penentaun tanda waktu modern. Sebagaimana
berikut:
1. Sebagai Penunjuk Waktu Salat. Fungsi Sundial
salah satunya ialah digunakan sebagai penunjuk awal dan akhir waktu salat,
khususnya salat Zuhur dan Asar.
2. Penunjuk Waktu Lokal. Sundial juga
dapat difungsikan sebagai penunjuk waktu lokal yaitu dengan melihat garis jam
yang ditunjukkan oleh bayangan gnomon seseorang bisa mengetahui jam pada hari
tersebut, akan tetapi waktu yang ditunjukan oleh Sundial ialah waktu lokal
sehingga akan ada selisih dengan waktu daerah. Selisih tersebut bisa dihitung
dengan menggunakan konversi dari waktu daerah ke waktu lokal.
3. Penunjuk Tanggal. Sundial juga dapat
di manfaatkan sebagai penunjuk tanggal yaitu Sundial ekuatorial. Sundial
ini memiliki bidang dial yang sejajar dengan garis ekuator langit, oleh karena
itu panjang bayangan gnomon yang jatuh pada bidang dial sama dengan
panjang gnomon/Tan δ (lintang tempat), selain itu pergerakan harian
ujung bayangan gnomon selalu membentuk sebuah lingkaran lingkaran ini
sering disebut dengan lingkaran deklinasi.
Ketiga fungsi di atas menunjukkan bahwa Sundial
dengan bantuan matahari dapat mengetahui waktu shalat, waktu lokal dan
penanggalan. Hal ini masih terus digunakan hingga saat ini. Menunjukan bahwa
sundial sebagai penentu tanda waktu klasik yang memiliki fungsi permasalahan
kontemporer.
E. Kesimpulan
1. Sundial sangat mempertimbangkan akurasi
penempatan dalam dial dan gnomon, sehingga akan menghasilkan
keakurasian tanda waktu juga. Hal ini sangat sesuai dengan watak sains modern
yang sangat memperhitungkan ketepatan dalam suatu keilmuan.
2. Fungsi Sundial sebagai penentu waktu
shalat, waktu lokal dan penanggalan merupakan suatu hal yang menunjukan
kegunaan Sundial yang terus mengikuti perkembangan keilmuan sains
modern.
DAFTAR
PUSTAKA
Berggren,J. L., “Sundials in Medieval
Islamic Science and Civilization”, dalam The Compendium, Vol.8 No. 2,
edisi Juni 2001.
Hao, Chai Qian, et al. “Methods Of
Telling Time” Paper Heavenly Mathematics: Cultural Astronomy”, Singapura:
National University of Singapore, tt.
Jones, Lawrence E., The Sundial and
Geometry: an Introduction For The Classroom, Second Edition, Glastonbury: North
American Sundial Society, 2005.
Muslimin, M. Hanifan,
“Analisis Penggunaan Bencet Di Pondok Pesantren Al-mahfudz Seblak Diwek Jombang
Sebagai Penunjuk Waktu Salat”.
Raharto, Moedji, “Sindial; Antara
Monumen dan Pendidikan”, dalam buku Seminar Sehari Astronomi, Bandung: tp,
1995.
Rene R J Rohr, Sundial: HistoryTheory
And Practice, Newyork: Dover, 1996.
Savoie, Denis, Sundial,
Construction and Use, Praxis, Jerman:2009.
www.sundialequatorial.com
www.thebiggestsundial.com.
[2] Moedji Raharto, “Sindial;
Antara Monumen dan Pendidikan”, dalam buku Seminar Sehari Astronomi, Bandung:
tp, 1995, h. 127.
[5] Lawrence E. Jones, The
Sundial and Geometry: an Introduction For The Classroom, Second Edition,
Glastonbury: North American Sundial Society, 2005, hal. 1.
[9] Chai Qian Hao, et al.
“Methods Of Telling Time” Paper Heavenly Mathematics:
Cultural Astronomy”, Singapura:
National University of Singapore, tt, h. 5.
[12] J. L. Berggren, “Sundials in
Medieval Islamic Science and Civilization”, dalam The Compendium, Vol.8
No. 2, edisi Juni 2001, h. 10.
[22] M. Hanifan Muslimin,
“Analisis Penggunaan Bencet Di Pondok Pesantren Al-mahfudz Seblak Diwek Jombang
Sebagai Penunjuk Waktu Salat”, (skripsi),
h. 31.
[36] Teori geosentris oleh
Claudius Ptolomeus (140 M) yang menyatakan bahwa Bumi itu sebagai pusat jagat
raya. Lalu teori ini terbantahkan oleh Nicolas Copernicus (1473 -1543 M) dengan
heliosentrisnya, bahwa Matahari adalah sebagai titik pusatnya.
0 Comments