Konsep Penanggalan Aboge



Ketepatan waktu dalam beribadah merupakan hal yang sangat urgen bagi umat Islam. Hal ini senantiasa mendapatkan perhatian, terutama dari kalangan ahli falak dengan mengamati fenomena alam demi keabsahan dalam beribadah. Terjadinya rotasi Bumi yang menyebabkan pergantian siang dan malam, revolusi Bumi terhadap Matahari  yang menyebabkan pergantian tahun, dan revolusi Bulan terhadap Bumi sebagai dasar hisab kalender kamariah kiranya mempermudah umat Islam dalam melaksanakan ibadah dan peringatan hari-hari besar. Setidaknya ada bulan-bulan tertentu yang perlu diperhatikan oleh umat Islam sebagai bulan-bulan yang di dalamnya mengandung keutamaan dan kemuliaan.
Wacana penentuan awal bulan kamariah senantiasa mendapatkan perhatian khusus baik oleh pemerintah maupun elemen-elemen masyarakat. Hal ini disebabkan  begitu kompleksnya keragaman masyarakat Indonesia yang masing-masing mempunyai pedoman almanaknya sebagai sarana pengorganisasian waktu. Almanak sendiri merupakan sistem perhitungan yang berguna untuk pengorganisasian waktu dalam periode tertentu. Bulan adalah sebuah unit yang merupakan bagian dari almanak, hari merupakan unit almanak terkecil, serta jam, menit, dan detik merupakan sistem waktu. Bentuk almanaknya pun cukup banyak, bahkan dalam perhitungannya mempunyai siklus sendiri. Dari banyaknya bentuk almanak tersebut, setidaknya dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu almanak dengan sistem peredaran Matahari, almanak dengan sistem peredaran Bulan, dan almanak dengan sistem peredaran Matahari  dan Bulan.
Di Indonesia, kita dapat menjumpai almanak Jawa Islam. Almanak yang berpedoman pada peredaran Bulan dan identik dengan almanak Hijriyah  ini dipakai di Jawa sampai abad ke-17. Menurut Babat Tanah Jawa, sejak masa purbakala masyarakat di Pulau Jawa telah memiliki kebudayaan asli mulai dari bahasa dan aneka ragam kebudayaan. Ilmu pengetahuan ini digunakan untuk bertani dan bercocok tanam serta untuk keperluan pelayaran. Ilmu ini dituangkan dalam Primbon Jawa, termasuk di dalamnya Prawukon, Pranatamangsa, dan lain sebagainya. Almanak Jawa Islam ini mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat dinamis sehingga almanak ini pun mengalami beberapa kali reformasi.
1.1. Sejarah Penanggalan Aboge
Sejarah menunjukkan secara jelas bahwa salah satu kekayaan intektual Islam kejawen adalah kalender Jawa Sultan Agung, yakni sistem penanggalan yang didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari. Di daerah Tengger, tanah Badui dan kelompok orang Samin mengikuti kalender Saka yang merupakan warisan zaman Hindu-Budha. Permulaan tahun Saka ini adalah hari Sabtu 14 Maret 78 M, yaitu ketika Prabu Syalwahana (Aji Saka) pertama kali mendarat di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, penanggalan ini dikenal dengan almanak Saka yang dipakai sampai abad ke-17.[1] Di samping penanggalan Saka, di tanah air ini berlaku pula penanggalan Islam atau Hijriah yang perhitungannya berdasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.[2]
Kemudian pada tanggal 16 Juli 1633 M yang bertepatan dengan 1043 H atau 1555 Saka, oleh Sri Sultan Muhammad yang terkenal dengan nama Sultan Agung Hanyokrokusumo yang bertahta di kerajaan Mataram kala itu. Kedua sistem tersebut (Saka dan Hijriah) dipertemukan, yaitu tahunnya meneruskan tahun Saka (1555), tetapi sistemnya mengambil tahun Hijriah yakni berdasarkan peredaran Bulan mengelilingi Bumi.[3] Oleh karena itu, sistem ini dikenal juga dengan sistem penanggalan Jawa Islam atau Kalender Sultan Agung yang nama ilmiahnya disebut Anno Javanico. Kalender tersebut berlaku di seluruh wilayah Jawa dan menjadi standar baru dalam kepenulisan sastra Jawa termasuk Primbon. Kalender ini merupakan bukti akulturasi agama Islam dan kebudayaan Jawa yang luar biasa dan masih dianut serta dilestarikan oleh sebagian masyarakat Jawa hingga saat ini.[4]
Sultan Agung dan tim pemikirnya membuat pembaharuan kalender Jawa yang lebih menekankan kalender sebagai tata waktu. Walaupun begitu, entitas komponen kalender Jawa lainnya tidak dihapus. Hal ini dimungkinkan dalam rangka dakwah Islam sehingga perubahan yang dilakukan tidak menimbulkan penolakan terhadap Islam. Ia ingin menyesuaikan kalender dengan ajaran Islam yang melarang perdukunan dan peramalan.
Penggantian hari pedinan (yang satu pekannya berisi 7 hari) sebelumnya dengan nama-nama hari dalam kalender Hijriah adalah untuk menghilangkan penyebutan dewa-dewa. Ia bermaksud agar masyarakat Jawa terhindar dari kemusyrikan. Meskipun Sultan Agung membuang nama-nama hari yang bercorak Hindu, ia tetap melestarikan hari-hari panca-wara (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi), sebab hal itu merupakan konsep asli masyarakat Jawa dan tidak bertentangan dengan akidah Islam. Usaha mendekatkan lebih jauh lagi kalender Jawa lama kepada Islam adalah dengan penamaan tahun dalam satu windu dengan nama-nama alfabet Arab, tentu saja dengan logat Jawa.
Perubahan yang dilakukan Sultan Agung mengadopsi sistem kalender Hijriah, dengan nama-nama bulan dan hari-hari juga diambil dari kalender Hijriah tetapi dengan sedikit penyesuaian, sedangkan angka/bilangan tahunnya meneruskan bilangan tahun kalender Jawa Hindu (tahun Saka). Jadi 1 Muharrom 1043 H adalah 1 Muharom/1 Suro 1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jumat Legi tanggal 8 Juli 1633 M. Angka tahun Jawa ini selalu berselisih 512 dari angkat tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651) dari Banten pada masa pemerintahannya. Mulai saat itu, masyarakat Jawa menggunakan Kalender Jawa Islam yang tidak lagi berbau Hindu atau budaya India.[5]
1.2. Konsep Penanggalan Aboge
Aboge adalah akronim dari Alip, Rebo, Wage yang memiliki arti bahwa tahun Alip jatuh pada hari Rabu Wage. Perhitungan Aboge ini mereka dapatkan dari nenek moyang mereka secara turun-temurun. Dalam kalender Jawa, nama tahun dalam satu windu adalah sebagai berikut.
No
Nama Tahun
Makna Tahun
1
Alip
Ada-ada (Mulai Berniat)
2
Ehe
Tumandang (Melakukan)
3
Jimawal
Gawe (Pekerjaan)
4
Ze
Lelakon (Prosen atau Nasib)
5
Dal
Urip (Hudup)
6
Be
Bola-Bali (Selalu Kembali)
7
Wawu
Marang (Ke arah)
8
Jimakir
Suwung (Kosong)
Tabel 5.1. Tahun Aboge Dalam Satu Windu
Kedelapan tahun tersebut membentuk kalimat “ada-ada tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung” (mulai melaksanakan aktifitas untuk memulai proses kehidupan dan selalu kembali kepada kosong). Tuhan dalam bahasa Jawa memiliki arti wiji (benih). Kedelapan tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji yang selalu kembali kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati yang selalu berputar.[6]
Sedangkan nama bulan dalam tahun Jawa diadopsi dari nama bulan tahun Hijriah, yaitu:
No
Bulan Jawa
Bulan Hijriah
Umur Bulan
1
Suro
Muharrom
30 Hari
2
Sapar
Sofar
29 Hari
3
Mulud
Robi'ul Awal
30 Hari
4
Ngakhir
Robi'ul Akhir
29 Hari
5
Jumadil Awal
Jumadil Ula
30 Hari
6
Jumadil Akhir
Jumadil Tsaniyah
29 Hari
7
Rejeb
Rojab
30 Hari
8
Ruwah
Sa'ban
29 Hari
9
Poso
Romadhon
30 Hari
10
Syawal
Syawwal
29 Hari
11
Apit
Zul-Hijjah
30 Hari
12
Besar
Zul-Qo'dah
29 Hari
Tabel 5.2. Adopsi nama bulan tahun Jawa dari tahun Hijriah
Satu tahun berumur 354,375 hari (354 hari), sehingga daur (siklus) penanggalan Jawa Islam ini selama 8 tahun (satu windu). Diitetapkan bahwa pada urutan tahun ke-2, 5, 8 merupakan tahun panjang (wuntu) berumur 355 hari, sedangkan tahun lainnya (1, 3, 4, 6, 7) merupakan tahun pendek (westu) berumur 354 hari[7]
Tahun-tahun dalam 1 windu diberi nama dengan angka huruf Jumali berdasarkan nama hari pada tanggal 1 Suro tahun yang bersangkutan dihitung dari nama-nama hari tanggal 1 Suro tahun Alipnya. Nama-nama tahun yang dimaksud adalah sebagai berikut.
No
Tahun Ke
Nama Tahun
1
Pertama
Alip ا
2
Kedua
Ehe Ù‡
3
Ketiga
Jimawal ج
4
Keempat
Ze ز
5
Kelima
Dal د
6
Keenam
Be ب
7
Ketujuh
Wawu Ùˆ
8
Kedelapan
Jimakir ج
Tabel 5.3. Tahun Aboge Dalam Satu Windu dan simbolnya
Menurut sistem ini, satu tahun berumur 354,375 hari. Dengan demikian, dalam waktu 120 tahun sistem ini akan melonjak satu hari (354,375 x 120 = 42.525 hari) jika dibandingkan dengan sistem Hijriah (42.524 hari).[8] Oleh karena itu, setiap 120 tahun ada pemotongan satu hari yaitu yang mestinya tahun panjang dijadikan tahun pendek. Berikut periodesasi kalender Jawa.
No
Huruf
Tahun Masehi
Tahun Jawa
Tahun Hijriah
Tahun Alipnya
Umur
1
Aahgi
1633 – 1703
1555 – 1626
1043 – 1114
Jum'at Legi
72 Tahun
2
Amiswon
1703 – 1819
1627 – 1746
1115 – 1234
Kemis Kliwon
120 Tahun
3
Aboge
1819 - 1936
1747 – 1866
1235 – 1254
Rebo Wage
120 Tahun
4
Asapon
1936 - 2052
1867 – 1986
1355 – 1474
Seloso Pon
120 Tahun
5
Anenhing
2025 - 2169
1987 – 1594
1475 – 1594
Senen Pahing
120 Tahun
Tabel 5.4. Periodesasi Kalender Jawa
Penanggalan Jawa juga mengenal istilah “Selapanan” atau masa 35 hari yang berarti 7 kali pasaran dan satu windu berarti 81 kali selapanan. Selisih 1 Suro 1555 J dengan 1 Muharrom 1 H adalah 369,251 hari, sedangkan selisih 1 Suro J dengan 1 Januari 1 M adalah 596,267 hari. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut.
a.       Rumus Tahun
1.       Aboge                         Alip Rebo Wage                                ®           1-1 Alip Ji Ji
2.       Hadpona                    Ehe Ahad Pon                    ®           5-5 Ehe mama
3.       Jangapon                   Jimawal Jumat Pon          ®           3-5 Jiwal Luma
4.       Jesaing                       Ze Selasa Pahing               ®           7-1 Je Tupat
5.       Daltugi                        Dal Sabtu Legi                    ®           4-3 Dal Patlu
6.       Bemislegi                   Be Kamis Legi                     ®           2-3 Be Roji
7.       Wanenwon              Wawu Senen Kliwon      ®           6-2 Wa Nemro
8.       Jingagea                     Jimakir Jumat Wage        ®           3-1 Jimakir Luji
b.      Rumus Bulan
1.       Ramjiji                        Suro 1-1              
2.       Parluji                         Sapar 3-1
3.       Ludpatma                  Mulud 4-5
4.       Ngakimemma          Ngakir 6-5
5.       Diwaltupat                                Jumadilawal 7-4
6.       Dikirropat                  Jumadilakir 2-4
7.       Jablulu                        Rajab 3-3
8.       Wahmalu                   Ruwah 5-3
9.       Senemro                   Poso 6-2
10.   Waljiro                        Sawal 1-2
11.   Pitroji                          Apit 2-1
12.   Sarpatji                       Besar 4-1
c.       Pasaran
Pon – Pahing – Wage – Kliwon – Legi
Dari rumus di atas, kita tentukan dahulu tahun yang akan dicari. Untuk menentukan tahun Jawa Islam yang kita inginkan, dapat dilakukan dengan menentukan tahun Hijriah yang kita ketahui, selanjutnya tahun Hijriah tersebut ditambah 512.
Sebagai contoh:
Tahun Hijriah                      = 1438
Tahun Jawa                         = 1438 - 512 = 1950 J
Maka, tahun 1438 H bertepatan dengan 1950 J.
Sedangkan untuk mengetahui nama-nama tahun pada tahun 1438 H/ 1959 J adalah dengan mengurangi tahun Jawa yang kita tentukan dengan tahun dimulainya tahun Jawa/Saka Islam dikurangi satu (1555 – 1 =1554), kemudian hasilnya dibagi jumlah tahun (8) dan sisanya menunjukkan nama tahun.  Contoh:
Tahun Jawa                                        = 1950
Awal Tahun Jawa – 1                      = 1554
= 396
= 396 : 8 = 49,5. Sisa 5
Maka 5 nama tahunnya adalah DALTUGI
Untuk mengetahui awal bulan jatuh pada hari apa, dapat dilakukan dengan rumus seperti yang tersebut di atas, contoh, bulan Ramadahan/Poso rumusnya adalah 6-2, maka awal Ramadhan dihitung dari hari Sabtu + 6 dan pasarannya dihitung dari Legi + 2. Sehingga awal Ramadhan 1950 J jatuh pada hari Kamis  Pahing.



[1] Slamet Hambali, Almanak Sepanjang Masa Sejarah Sistem Penanggalan Masehi Hijriah dan Jawa, Program Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Semarang, 2011, Cet ke1, hal ; 17
[2] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Buana Pustaka, Cet. Ke-1, 2005, hal ; 116
[3] Ibid
[4] Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet. ke-2, 2008, hal ; 16
[5] Ruswa Darsono, Penanggalan Islam (Tinjauan Sistem, Fiqih dan Hisab Penanggalan),
Yogyakarta: LABDA Press, 2010, hal ; 108
[6] Tahri Fauzi, Tahrir Fauzi, Studi Analisis Penetapan Awal Bulan Kamariah Sistem Aboge di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, Skripsi Sarjana Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2010, hal ; 54
[7] Budiono Hadi Sturisnfo, Islam Kejawen, Yogyakarta: Eule Book, cet. Ke-1, 2009,,hal ; 187
[8] Sofwan Jannah, Kalender Hijriah dan Masehi 150 Tahun Ulil Pers, Yogyakarta, 1994, hal ; 4

Post a Comment

0 Comments