A. Pendahuluan
Hingga saat ini, Islam belum
memiliki suatu kalender yang berlaku untuk seluruh dunia. Sistem yang ada masih
bersifat regional, dan berlaku bagi masing-masing negara yang bersangkutan. Di
Indonesia, justru tiap-tiap Ormas Islam memiliki sistem kalender sendiri,
walaupun pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia telah
memilikinya. Sehingga masing-masing Ormas Islam tersebut memiliki suatu
kebijakan dalam menentukan sistem penanggalannya masing-masing. Hal yang lebih
memprihatinkan ketika menentukan waktu-waktu ibadah, khususnya dalam menetapkan
awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah seringkali terjadi perbedaan
pendapat, sehingga terjadi perubahan sistem pengkalenderannya ketika terjadi
putusan tentang waktu-waktu ibadah tersebut.[1] Di
mana misalnya dalam kalender telah dihitung dan ditetapkan tanggal tertentu
terjadinya awal bulan Ramadhan, namun karena penentuan kemudian ditentukan
dengan sistem yang berbeda, maka berubahlah ketetapan tentang awal bulan. Hal
mana, kemudian kalender yang sudah dibuat terjadi perubahan. Sehingga suatu
kalender tidak bersifat tetap, namun dalam bulan-bulan tertentu terjadi
perubahan, padahal sifat sebuah kalender atau penanggalan mestinya bersifat
pasti dan tidak selalu mengalami perubahan.
Berangkat dari Kongres Kesatuan
Kalender Hijri Internasional di Istanbul, Turki, Mei 2016 disepakati sistem
kelender global yang tunggal. Pada makalah ini akan mencoba membahas mengenai
bagaimana implementasi kalender hijriah global tunggal tersebut.
B. Pembahasan
1.
Makna
dan Fungsi Kalender
Masa merupakan suatu konsep yang
asas, yang berkaitan dengan suatu kejadian atau peristiwa. Penentuan masa
melibatkan pembentukan sistem rujukan yang tepat untuk menentukan berlakunya
pada semua kejadian.[2]
Kalender adalah sebuah sistem
pengorganisasian waktu untuk penghitungan waktu selama periode tertentu. Secara
konvensi, hari adalah unit kalender terkecil, sementara untuk pengukuran bagian
dari sebuah hari digunakan sistem penghitungan waktu (jam, menit, dan detik).
Beberapa sistem kalender mengacu pada suatu siklus astronomi yang megikuti
aturan yang tetap, tetapi beberapa sistem kalender ada yang mengacu pada sebuah
aturan yang abstrak dan hanya mengikuti sebuah siklus yang berulang tanpa
memiliki arti secara astronomis. Ada kalender yang dikode berdasarkan hukum
tertulis, tapi ada juga yang disampaikan melalui pesan-pesan oral.
Menurut sebuah studi tahun 1987,
disebutkan bahwa ada sekitar 40 sistem kalender yang saat ini digunakan di
dunia dan dikenal dalam pergaulan internasional, namun secara umum
dikategorikan ke dalam tiga mażhab besar dalam penghitungan kalender. Yang
pertama, adalah sistem kalender matahari (syamsiyyah) atau solar calendar, yaitu sistem kalender yang penghitungannya
berdasarkan pada perjalanan Bumi saat melakukan revolusi mengorbit pada
Matahari. Kalender Gregorian yang digunakan untuk keperluan sipil di seluruh
dunia adalah sistem kalender matahari yang dirancang agar tetap sinkron dengan
tahun tropis (musim). Untuk menjaga sinkronisasi ini, jumlah harinya disisipi
(dalam bentuk tahun kabisat atau leap year) sebagai tambahan pada jumlah hari
rata-rata kalender tersebut. Yang kedua, adalah kalender bulan (qamariyah) atau
lunar calendar yang berdasarkan pada
perjalanan Bulan selama mengorbit (ber-revolusi terhadap) Bumi. Kalender Islam
adalah murni lunar kalendar yang mengikuti siklus fase Bulan tanpa ada
keterkaitan dengan tahun tropis. Itulah sebabnya, jumlah hari dalam Kalender
Islam selalu secara sistematis bergeser (lebih pendek sekitar 11,53 hari
pertahun) daripada Kalender Gregorian. Yang ketiga, adalah lunisolar calendar yang merupakan gabungan atas kedua sistem di
atas. Kalender lunisolar memiliki urutan bulan yang mengacu pada siklus fase
Bulan, namun pada setiap berbagai tahun tertentu ada sebuah sisipan
(intercalacy month) diberikan agar kalender ini tetap sinkron dengan kalender
musim (solar calendar). Kalender Yahudi, China, dan Kalender Arab pra-Islam
adalah contoh kalender jenis ini.[3]
Dalam literatur klasik maupun
kontemporer, istilah kalender biasa disebut dengan tarikh, taqwim, almanak, dan
penanggalan. Istilah-istilah tersebut pada prinsipnya memiliki makna yang
sama.[4]
Dari uraian di atas, maka
pengertian kalender dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Dalam
kehidupan sehari-hari dikenal dengan istilah penanggalan.
b.
Sejumlah
sistem/kaedah/peraturan untuk menata waktu (hari, minggu, bulan, dan tahun)
secara tepat.
c.
Memuat
informasi hari-hari libur, tanggal bersejarah, jadwal waktu shalat, dan lain
sebagainya.
Selain itu, kalender dalam arti
penanggalan, lahir dari serangkaian proses, mengacu pada acuan tertentu, dan
bertumpu pada sejumlah konsep dan aturan yang melandasinya.[5]
Di samping itu, kalender juga
memiliki fungsi atau arti penting, yakni:
a.
Menata
kehidupan supaya lebih teratur.
b.
Mencatat
peristiwa sejarah.
c.
Merencanakan
masa depan lebih tertib.
d.
Melaksanakan
ibadah dengan mudah dan tepat.[6]
Inti uraian pemahaman tentang
kalender yang berkaitan dengan makalah ini adalah memberikan informasi bahwa
kalender memiliki beberapa istilah yang mengandung pengertian penataan dan
penentuan tentang waktu, yang memiliki fungsi untuk menentukan kapan dimulai
dan diakhirinya pelaksanaan suatu ibadah. Kalender sangat penting dalam
berbagai urusan kehidupan, menentukan waktu-waktu ibadah, kesepakatan-kesepakatan
(akad perjanjian), dan sebagainya. Oleh karenanya, persoalan kalender harus
ditentukan secara sama di seluruh dunia. Jika berbeda antara kalender yang satu
dengan yang lain, maka kehidupan ini bisa menjadi kacau, tidak beraturan.
Sedangkan sejarah kalender perlu diketahui dan ditentukan pula kesepakatan
bersama untuk menentukan permulaan tahun, yang selanjutnya berdasarkan
permulaan tersebut akan berjalan proses-proses berikutnya. Pemikiran yang masih
sangat beragam tentang kalender tersebut perlu dicari solusinya untuk
menentukan sistem kalender mana yang dapat mempersatukan, menuju kesamaan hari
dan tanggal. Oleh karenanya, penelitian tentang kalender ini menjadi sangat
bermanfaat, antara lain dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi kalangan akademisi,
maupun masyarakat luas untuk mempermudah melakukan berbagai aspek kehidupan,
terutama dalam mengamalkan ibadah.[7]
2.
Kajian
Implementasi Konsep KHGT Istanbul 2016
Pada dasarnya implementasi konsep kalender didasari pada 3
prasyarat yang harus dipenuhi: (1) kesepakatan otoritas tunggal, (2)
kesepakatan kriteria, dan (3) kesepakatan batas tanggal. Dalam hal kalender
regional di lingkungan MABIMS, otoritas tunggalnya adalah kolektif pemerintah
Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang akan mengambil
keputusan bersama. Kriteria baru MABIMS telah diusulkan untuk disepakati. Batas
wilayahnya adalah batas wilayah bersama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
dan Singapura. Dengan demikian kalender regional MABIMS bisa langsung
diimplementasikan.[8]
Dalam hal kalender global, kita
belum mempunyai otoritas global. Diusulkan agar OKI (Organisasi Kerjasama
Islam) dapat menjadi otoritas kolektif global. Untuk memenuhi awal bulan jatuh pada
hari yang sama, maka batas tanggal yang disepakati mestinya merujuk pada batas
tanggal internasional. Kriteria tinggi bulan minimal 5 derajat dan elongasi
minimal 8 derajat adalah kriteria optimistik, tetapi tidak cukup untuk
diterapkan dalam tinjauan global. Garis tanggal imkan rukyat paling timur
umumnya berada di sekitar ekuator. Wilayah daratan yang paling Barat adalah
Amerika Selatan. Wilayah daratan paling Timur adalah Samoa. Beda waktu antara
Amerika Selatan dan Samoa 20 jam, artinya secara rata-rata bulan naik 20/24 x
12° = 10° dari wilayah Timur menuju wilayah Barat. Maka bila ketinggian 5°
terjadi Amerika Selatan, tinggi bulan di wilayah Asia Tenggara masih di bawah
ufuk. Tetapi bila menggunakan kriteria baru MABIMS, tinggi 3 derajat, di Samoa
Barat bulan sudah di atas ufuk.[9]
Garis
tanggal internasional dan zona waktu
Atas dasar alasan tersebut,
rekomendasi Istanbul 2016 perlu disempurnakan dalam hal kriteria. Kriteria yang
diusulkan adalah “Awal bulan dimulai jika pada saat maghrib di wilayah Indonesia
tinggi bulan minimal 3° dan elongasi minimal 6,4°”, wilayah Indonesia sudah
mewakili wilayah Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Dengan kriteria
tersebut, kriteria Istanbul (tinggi minimal 5 derajat dan elongasi 8 derajat)
secara umum akan terpenuhi di wilayah Turki dan Timur Tengah. Kriteria tersebut
juga menjamin bulan di sebagian sebagian besar wilayah telah berada di atas
ufuk atau kira-kira setara dengan kriteria “wujudul
hilal” di sebagian besar wilayah global. Jadi, diharapkan kriteria baru
MABIMS juga menjadi titik temu kriteria yang bisa diterima semua pihak, baik
yang mendasarkan pada imkan rukyat maupun wujudul hilal.[10]
Konsep
Hari
Pembahasan tentang hari tentu tidak akan lepas dari
pembahasan pembahasan tentang masalah waktu dan penentuannya. Secara garis
besar, ada dua aspek waktu yang dipakai untuk menandai keberadaan sesuatu atau
terjadinya sesuatu, yaitu waktu epach (epok/kala)
dan waktu interval.[11]
Kita harus sadari, kriteria imkanur rukyat terkait
dengan batas tanggal qamariyah (lunar date line) yang senantiasa
berubah-ubah. Kita tidak mungkin mendapatkan “satu tanggal satu hari” di
seluruh dunia. Jadi kita tidak mungkin untuk mendapatkan, misalnya, hari Arafah
9 Dzulhijjah seragam hari Senin di seluruh dunia, kecuali bila garis tanggalnya
memungkinkan. Peluang terbesar, akan terjadi dua hari untuk tanggal hijriyah
yang sama. Misalnya di wilayah Barat Senin, tetapi di wilayah Timur Selasa.[12]
Konsep “satu hari satu tanggal” yang dihendaki
sebagian orang hanya dapat terjadi kalau ada “pemaksaan”. Wilayah yang
belum mengalami rukyatul hilal (berdasarkan kriteria imkanur rukyat) dipaksa
untuk ikut wilayah yang sudah imkanur rukyat. Artinya, menggeser garis tanggal
qamariyah menjadi sama dengan garis tanggal internasional. “Pemaksaan” hanya
bisa dilakukan kalau ada otoritas tunggal secara global, sehingga berlakuknya
wilayatul hukmi global.[13]
Untuk meminimalkan “pemaksaan” dalam kondisi saat ini,
pendekatan yang bisa dilakukan adalah membuat zona-zona tanggal, seperti
dilakukan oleh Ilyas dalam gagasan Internasional
Islamic Calendar Program atau Odeh dalam program Universal Hijric Calendar. Odeh membagi dunia menjadi Zona Timur
(180 BT – 20 BB, meliputi Asia, Afrika, dan Eropa) dan zona
Barat (20 BB – 180 BB, meliputi Benua Amerika). Dengan konsep zona,
“pemaksaan” juga terjadi, tetapi dalam lingkup yang lebih terbatas. Thomas
Djamaluddin lebih cenderung tidak menggunakan zona, tetapi menggunakan garis
batas tanggal qamariyah dengan sedikit pembelokan menurut wilayatul hukmi negara-negara. Batas tanggalnya menjadi dinamis,
berubah setiap bulan:[14]
Berikut ini contohnya garis tanggal awal Syawal 1432:
Bila menggunakan kriteria “beda tinggi bulan-matahari
>4 derajat dan jarak bulan-matahari >6,4 derajat”, garis tanggalnya
adalah garis yang paling bawah (4 derajat) dan garis pendek (jarak
bulan-matahari 6,4 derajat). Pada gambar dengan program Excel, hasilnya mirip
dengan gambar-gambar di bawah ini. Itu berarti di wilayah Afrika Tengah dan
Selatan serta Amerika Tengah dan Selatan, awal Syawal jatuh pada 30 Agustus
2011. Di wilayah lainnya (termasuk Indonesia dan negara-negara Arab) awal
Syawal Jatuh pada 31 Agustus 2011.[15]
Bila menggunakan kriteria Odeh di situs ICOP, wilayah yang
bisa mengamati hilal pada 29 Agustus dengan menggunakan alat optik (teleskop
atau binokuler) adalah wilayah yang berwarna biru. Wilayah berwarna magenta dan
hijau menyatakan wilayah yang mungkin bisa melihat hilal dengan mata telanjang.
Berdasarkan garis tanggal warna biru, kita bisa simpulkan di Afrika Selatan,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan 1 Syawal jatuh pada 30 Agsutus 2011. Di
wilayah lain, termasuk di Indonesia dan negara-negara Arab 1 Syawal jatuh pada
31 Agustus 2011.
Dengan menggunakan kriteria yang disepakati, kita bisa
membuat garis tanggalnya. Berdasarkan garis tanggal itu kita bisa tentukan awal
bulan di berbagai negara, dengan menggunakan prinsip wilayatul hukmi. Dengan teknologi informasi yang makin canggih,
pembuatan garis tanggal mudah dilakukan dan mudah diakses oleh siapa pun. Kita
bisa menghitung untuk sekian puluh atau sekian ratus tahun ke depan dengan
mudah. Berikut ini contoh garis tanggal dinamis dengan garis tanggal qamariyah
menggunakan kriteria Odeh, tetapi gambarnya dari situs Moonsighting:[16]
C. Penutup
Demikian makalah tentang Implementasi
Kalender Hijriyah Global Tunggal ini. Semoga dapat bermanfaat sebagai
pengembangan keilmuan Islam. Dalam penulisan makalah ini, tentunya terdapat
banyak kekurangan, baik dari segi substansi, maupun dari segi penulisan.
Terhadap kesalahan tersebut penyusun meminta maaf karena hal tersebut terjadi
karena kekurangan wawasan penulis.
[2] Mohammad Ilyas, Sistem Kalendar Islam Dari Perspektif
Astronomi, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Dan Pustaka, 1997, h. 9.
[3] Baca Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, Jakarta:
P.T. Amythas Publicita, 2007, h. 47.
[4] Baca Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Cet. II Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 380 dan 904.
[8] https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/10/05/menuju-penyatuan-kalender-global/,
diakses pada tanggal 05 Juni 2017, pukul 21.00 WIB
[12] https://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/25/menuju-kalender-hijriyah-tunggal/
diakses pada tanggal 05 Juni 2017, pukul 21.20 WIB
0 Comments