Astrofotografi berasal dari istilah Yunani yang terdiri atas tiga kata, Astron
(bintang), Photos (cahaya), dan Graphos (gambar).[1]
Bintang atau astron merupakan benda langit yang mampu memancarkan cahaya
dan memproduksi energi sendiri seperti Matahari, terutama tampak pada malam
hari.[2]
Sedangkan cahaya merupakan bentuk gelombang elektromagnetik dalam kurun
frekuensi getar tertentu yang dapat ditangkap dengan mata manusia (sensor kamera).[3]
Secara bahasa, astrofotografi adalah sebuah seni melukis cahaya yang
mengkhususkan objek sasarannya pada objek astronomi dan benda-benda langit
lainnya.[4]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa astrofotografi
merupakan (astron) cabang fotografi yang mengkhususkan pada objek-objek
astronomis untuk kajian astronomis.[5]
Secara terminologi astrofotografi merupakan salah satu bidang ilmu yang
tergabung dari dua macam ilmu yaitu ilmu astronomi dan ilmu fotografi.
Astronomi itu sendiri adalah pengetahuan tentang benda langit dan alam
semesta, yang merupakan salah satu cabang pengetahuan eksakta tertua.[6]
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa astronomi merupakan ilmu tentang Matahari, Bulan,
bintang dan planet-planet lainnya.[7]
Muhyidin Khazin menjelaskan bahwa astronomi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
benda-benda langit dan alam semesta secara umum.[8]
Sedangkan fotografi adalah salah satu cabang ilmu seni yang menggunakan
proses penangkapan cahaya pada suatu benda sehingga menghasilkan sebuah gambar
atau foto dengan tujuan untuk merekam objek tersebut dengan media yang peka
terhadap cahaya.[9]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa fotografi merupakan
seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film atau permukaan yang
dipekakan.[10]
Secara sederhana astrofotografi dapat diartikan sebagai cabang fotografi
yang objek fotonya berkaitan dengan hal-hal astronomi, seperti foto Bulan,
Matahari, Bintang, Planet, dan lain-lain.[11]
Menurut Mike Weasner astrofotografi
merupakan salah satu cabang fotografi yang objek fotonya adalah
objek-objek astronomi, seperti Bulan, Planet, Bintang, Nebula, Galaksi, dan
lain-lain. Penggunaan astrofotografi dimulai pada pertengahan 1800-an dengan
menggunakan teleskop dan logam piring fotografi. Pada tahun 1990-an penggunaan film gulung
mulai digunakan oleh para astronom
amatir. Pada tahun 1970-1990-an mulai menggunakan charge-coupled device atau CCD[12]
yang lebih baik dalam merekam gambar. Sedangkan pada tahun 1990-an
kamera digital mulai digunakan oleh para astronom amatir dalam astrofotografi.[13]
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa astrofotografi
merupakan suatu ilmu yang memotret dengan teknik fotografi terhadap benda-benda
langit atau benda-benda astronomi yang dijadikan sebagai objeknya.
[2] Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id, kata
kunci “bintang”. Diakses pada tanggal 01 Februari 2018, pukul 09.05 WIB.
[3] Lihat https://kbbi.kemdikbud.go.id, kata
kunci “cahaya”. Diakses pada tanggal 01 Februari 2018, pukul 09.09 WIB.
[5] Lihat Badan Bahasa Kemendikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (ttt: Playstore, 2016), keyword:
astrofotografi. Apk.
[6] Iratius Radiman, dkk, Ensiklopedi Singkat
Astronomi dan Ilmu yang Bertautan, (Bandung; Penerbit ITB, 1980), 6-7.
[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ed. II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 63.
[12] CCD adalah semikonduktor
yang peka terhadap cahaya digunakan untuk meningkatkan gambar yang diperoleh
dari benda samar. Benda ini terakumulasi, untuk sementara menyimpan beban pada
lokasi piksel tertentu saat terkena foton. Piksel kemudian dapat dipindahkan
dan memungkinkan untuk disatukan menjadi satu gambar. Lihat http://www.oxfordreference.com kata
kunci “charge-coupled device”. Diakses pada tanggal 05 februari 2018, pukul 09.00 WIB.
[13] Mike Weasner, “Beginner Digital
Astrophotogrphy”, Cassionpeia Observatory Workshop, PDF, di akses dari
http://www.weasner.com, pada 01 Maret 2018, pukul 09.18 WIB.
0 Comments